TEMPO.CO, Bangkok - Sedikitnya 3.000 orang, dari pelajar, pegawai sipil, hingga taruna militer, berkumpul di Bangkok hari ini, 4 Agustus 2016. Mereka turun ke jalan untuk mengajak sekitar 50 juta warga Thailand ikut memberikan suara dalam referendum pada 7 Agustus mendatang.
Mereka berkumpul di Royal Plaza dekat kantor pemerintah di Bangkok. Mobil-mobil dipenuhi spanduk. "Hari ini kami berkonvoi mengitari Bangkok, untuk mengajak sebanyak mungkin warga Thailand untuk keluar dan memberikan suaranya pada hari Minggu," kata Ketua Komisi Pemilihan Supachai Somcharoen.
Referendum akan digelar untuk mengetahui penerimaan masyarakat Thailand terhadap konstitusi yang dibuat junta militer atau Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban, setelah mengambil alih kekuasaan lewat kudeta pada Mei 2014.
Konstitusi Thailand yang dirumuskan oleh junta akan memberikan kewenangan penuh kepada militer untuk menjalankan pemerintahan. Referendum, seperti dikutip dari Channel News Asia, bertujuan memberikan peran yang permanen kepada para jenderal dalam mengawasi pembangunan ekonomi Thailand.
Namun dua partai politik terbesar Thailand menolak konstitusi yang memuat pasal tentang peran jangka panjang militer mengawasi politik Thailand.
Junta telah berjanji menggelar pemilu pada 2017 jika konstitusi disetujui. Menolak untuk memberikan suara akan mendorong ketidakpastian politik yang lebih besar untuk Thailand dan Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha.
Berbeda dengan referendum di banyak negara, dalam aturan referendum yang dibuat junta Thailand, kampanye yang berbeda pandangan dengan junta dilarang. Pesan yang disampaikan pun harus netral seperti yang dilakukan hari ini oleh 3.000 warga Thailand: "Pemungutan suara untuk referendum 7 Agustus."
CHANNEL NEWS ASIA | MARIA RITA