TEMPO.CO, Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengingatkan perusahaan-perusahaan tambang untuk sungguh-sungguh mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku atau menutup perusahaannya. Filipina, kata Duterte, dapat bertahan hidup tanpa industri pertambangan.
"Kami akan hidup sebagai bangsa tanpa kamu. Anda patuhi sungguh-sungguh standar pemerintah atau kamu tutup," kata Duterte di hadapan wartawan seperti dikutip dari Reuters, 1 Agustus 2016.
Pernyataan Duterte ini dinilai sebagai pernyataan paling keras kepada pengusaha-pengusaha tambang domestik. Beberapa minggu sebelum dilantik sebagai presiden pada 30 Juni lalu, Duterte mengatakan akan menghentikan perusakan terhadap lahan.
Duterte menuturkan dia sanggup menghapus pemasukan dari industri pertambangan yang jumlahnya sebesar US$ 850 juta atau sekitar Rp 11, 1 triliun per tahun.
Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Alam Regina Lopez mulai melakukan audit untuk semua area pertambangan pada 8 Juli lalu. Pekan lalu, ia berjanji untuk menutup lebih banyak lagi usaha tambang berdasarkan keluhan penduduk. Usaha pertambangan dianggap telah menghancurkan lingkungan.
Sejauh ini, Filipina telah menutup pengoperasian tujuh tambang nikel lokal setelah dianggap gagal mematuhi peraturan tentang lingkungan.
Danto Bravo, sebagai Presiden Global Ferronickel Holding—perusahaan tambang nikel kedua terbesar di Filipina, mengatakan perlakuan tidak adil dikenakan kepada perusahaan tambang. Alasannya, industri tambang menggunakan lahan kurang dari 20 ribu hektare dari sekitar 30 ribu hektare total lahan di Filipina. Perusahaan tambang juga berkontribusi besar pada perekonomian Filipina.
"Kami berkontribusi sangat banyak pada perekonomian nasional dan pembangunan lokal. Jadi saya pikir kami seharusnya diperlakukan secara adil," ujar Bravo.
Industri tambang berkontribusi kurang dari 1 persen dalam perekonomian Filipina. Sebagian besar merupakan tambang emas, tembaga, dan nikel. Filipina menjadi pemasok nikel terbesar ke Cina sejak 2014, menggantikan Indonesia.
REUTERS | MARIA RITA