TEMPO.CO, Vientiane - Situasi Laut Cina Selatan bakal menjadi salah satu isu yang dibahas dalam Pertemuan Tingkat Menteri (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) ke-49 yang akan dibuka di National Convention Center, Vientiane, Laos, Minggu, 24 Juli 2016. Keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional (Permanent Court of Arbitration) di Den Haag, Belanda, pada 12 Juli lalu antara lain menegaskan bahwa klaim wilayah Laut Cina Selatan berdasarkan sembilan garis putus (nine dash line) yang diaku Cina tidak sesuai dengan Konvensi Hukum Laut internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS).
Cina menolak keputusan tribunal dan berupaya sekeras mungkin agar ASEAN tidak membuat pernyataan soal itu. Kasus tersebut diajukan oleh Filipina, salah satu negara anggota ASEAN yang memiliki klaim wilayah di Laut Cina Selatan, pada 2013. Dengan dasar sejarah, Cina mengklaim hampir seluruh wilayah perairan Laut Cina Selatan. Selain Filipina, negara ASEAN lain yang memiliki klaim wilayah di kawasan itu adalah Vietnam, Brunei dan Malaysia.
"Saya perkirakan bahwa situasi Laut Cina Selatan akan menjadi salah satu isu, kita tidak akan surprise isu itu dibahas dalam pertemuan AMM besok," kata Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi kepada wartawan, Sabtu, 23 Juli 2016.
Bagi Indonesia, keputusan pengadilan arbitrase mengukuhkan bahwa Indonesia tidak memiliki klaim tumpang tindih dengan Cina di wilayah perairan Kepulauan Natuna. Pasca keputusan tribunal, Indonesia menyerukan agar hukum internasional termasuk UNCLOS dihormati. "Penekanan Indonesia akan pentingnya stabilitas dan keamanan, kita minta semua pihak melakukan self restrain, dan tidak melakukan kegiatan yang meningkatkan tensi ketegangan," kata Retno.
"Saya kira dua ruh tersebut (perhormatan terhadap UNCLOS dan sikap menahan diri) sangat kuat disampaikan Indonesia dalam menyikapi situasi yang ada saat ini," kata Retno.
Adapun Cina dan ASEAN selama ini tengah menggodok sebuah kesepakatan tata perilaku (code of conduct/COC) di Laut Cina Selatan. Namun sejak Deklarasi Tata Perilaku (DOC) diadopsi pada 2002, hingga kini kesepakatan itu belum berhasil dicapai. Dalam beberapa pertemuan ASEAN, isu Laut Cina Selatan menimbulkan ketegangan.
Pada AMM di Kamboja 2012, para menlu ASEAN tidak berhasil mencapai komunike bersama karena terganjal isu tersebut. Yang terbaru dalam pertemuan di Kunming, draft komunike bersama yang siap disepakati dengan menyatakan sikap tegas ASEAN atas isu Laut Cina Selatan, diganti pada menit-menit terakhir.
Kepada sejumlah wartawan Indonesia dan media internasional yang meliput pertemuan ASEAN di Vientiane, Retno mengakui bahwa sejak beberapa hari terakhir telah ada pembahasan mengenai masalah apakah ASEAN akan mengeluarkan sebuah pernyataan. "Kita melihat bahwa dalam beberapa hari tidak tercapai konsensus," kata Retno. Namun dia menegaskan tidak adanya konsensus di ASEAN tidak mengubah posisi Indonesia terkait keputusan arbitrase.
Sebaliknya, Indonesia melihat perlunya ASEAN untuk memproteksi nilai-nilai yang telah terkandung dalam asosiasi sejak lama. "Kita menginisiasi soal perlu adanya kesatuan ASEAN mengenai pentingnya memproteksi 'rumah'," kata Retno.
Gagasan itu lalu dia sampaikan dalam pertemuan bilateral dengan sejumlah menlu ASEAN pada Sabtu, 23 Juli 2016, antara lain dengan Menlu Myanmar, Laos, Thailand dan Singapura. "Indonesia menekankan mengenai pentingnya Asia Tenggara dan sekitarnya menjadi kawasan yang stabil dan damai," kata Retno.
Dia mengingatkan bahwa ASEAN telah memiliki norma-norma dan prinsip. Antara lain, Piagam ASEAN, ZOPFAN (ASEAN Zone of Peace, Freedom and Neutrality), serta Traktat Kerja Sama dan Persahabatan (Treaty of Amity and Cooperation). "Saya ingin semua negara ASEAN me-reiterate semua norma dan prinsip yang sudah ada," ujar Retno sambil menambahkan bahwa usulannya itu mendapat tanggapan positif dari sejumlah menlu yang ditemuinya.
"Di tengah perkembangan yang dinamis dan cair, ASEAN perlu melindungi rumahnya dengan baik agar menjadi kawasan yang damai dan adil," tegas Retno.
Pertemuan tingkat menteri (AMM) akan dibuka pada pagi ini sekitar pukul 8.30. Sepuluh negara anggota ASEAN antara lain, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Kamboja, Brunei, Myanmar dan Laos yang pada tahun ini menjadi ketua. Rangkaian pertemuan yang berlangsung hingga 26 Juli 2016 akan dilanjutkan dengan pertemuan tingkat menteri Asia Timur (EAS) dan forum keamanan, ASEAN Regional Forum (ARF).
NATALIA SANTI