TEMPO.CO, Washington DC - Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) telah memindai selaput mata lebih dari 434 ribu tahanan secara diam-diam. Informasi tersebut berhasil diungkap situs berita teknologi terkemuka Amerika, The Verge.
Proyek yang telah dimulai sejak 2013 dikritik kelompok penggiat HAM Amerika, American Civil Liberties Union, karena dilakukan tanpa ada pengawasan dari masyarakat dan pemberitahuan terkait batas waktu yang jelas.
"Fakta bahwa sistem ini terus berjalan tanpa debat publik atau pengawasan, sangat meresahkan," kata Nicole Ozer, Direktur Technology and Civil Liberties dari American Civil Liberties Union.
Data selaput mata tersebut diambil dari para penjahat yang telah ditangkap dan yang berada di penjara-penjara yang tersebar di seluruh Amerika. Dalam melaksanakan program tersebut, FBI bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemasyarakatan, terutama di Texas, Missouri, dan California.
Seperti yang dilansir BBC pada 13 Juli 2016, The Verge melaporkan bahwa rata-rata 189 hasil pemindaian selaput mata dikumpulkan setiap hari di California sejak awal 2016.
Hampir 200 ribu hasil pemindaiannya dilakukan di San Bernardino, California, tempat terjadi peristiwa serangan teroris yang menewaskan 14 orang oleh pasangan suami-istri beberapa waktu lalu.
Program pemindaian selaput mata dan pemindaian wajah adalah bagian dari database FBI Next Generation Identification (NGI). NGI database memiliki lingkup yang luas, termasuk memeriksa latar belakang pekerjaan, mengidentifikasi mayat tak dikenal, serta digunakan dalam investigasi kriminal, teroris, dan keperluan intelijen.
Menurut FBI, teknologi tersebut diperlukan agar mudah melacak penjahat dan cepat menangkap pelaku kejahatan yang telah berulang kali beraksi atau tersangka yang mencoba menyembunyikan identitas mereka.
Proyek ini dibangun dengan dana sekitar US$ 1 miliar atau Rp 13 triliun untuk menggantikan database sidik jari yang dianggap semakin kuno dan ketinggalan zaman.
BBC|RT|DAILY MAIL|THE VERGE|YON DEMA