TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia meminta semua pihak menahan diri dan tidak mengambil tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan pasca-pengumuman keputusan Pengadilan Arbitrase Internasional soal Laut Cina Selatan, Selasa, 12 Juli 2016.
Setelah bersidang selama tiga tahun, tribunal yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, tersebut akhirnya menentukan bahwa klaim sejarah di sembilan titik terputus (nine dash line) Cina tidak dapat diterima. Tribunal juga menganggap aktivitas Cina mereklamasi dan membuat pulau buatan di Kepulauan Spratly telah melanggar konvensi hukum laut internasional (United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS).
“Indonesia sekali lagi menyerukan kiranya semua pihak menahan diri dan tidak melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan ketegangan serta tetap memelihara kawasan Asia Tenggara, khususnya dari aktivitas militer yang dapat mengancam stabilitas dan perdamaian, serta penghormatan terhadap hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982,” bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri RI lewat situs resminya.
Indonesia juga meminta semua pihak melanjutkan komitmen bersama untuk menegakkan perdamaian serta menunjukkan persahabatan dan kerja sama, sebagaimana telah diupayakan dibina baik selama ini.
Untuk itu, Indonesia meminta semua pihak yang berkepentingan dengan Laut Cina Selatan tetap berperilaku sesuai dengan prinsip yang telah disepakati bersama.
“Indonesia akan terus mendorong terciptanya zona damai, bebas, dan netral di kawasan Asia Tenggara dalam rangka memperkokoh komunitas politik dan keamanan ASEAN,” tulis Kementerian.
Indonesia juga mendorong semua negara yang memiliki klaim di kawasan atau bersengketa di Laut Cina Selatan melanjutkan perundingan secara damai atas sengketa tumpang-tindih klaim kedaulatan di Laut China Selatan sesuai dengan hukum internasional.
NATALIA SANTI