TEMPO.CO, London -Menteri Dalam Negeri Inggris, Theresa May, dan Menteri Energi, Andrea Leadsom, bakal bersaing untuk menduduki jabatan perdana menteri. Pertarungan kedua menteri perempuan ini setelah Perdana Menteri Inggris David Cameron menyatakan mundur setelah hasil refendum menyatakan Inggris keluar dari keanggotaan Uni Eropa–dikenal dengan sebutan Brexit.
Dalam pemungutan suara hari kedua, Kamis 7 Juli 2016, anggota konservatif parlemen memberi 199 suara untuk May, 84 untuk Leadsom dan 46 untuk Menteri Kehakiman Michael Gove guna memimpin Partai Tory—sebutan untuk anggota Partai Konservatif.
Baca Juga:
May dan Leadsom, dua kandidat perdana menteri Inggris dari Partai Konservatif ini, akan bertarung dalam pemilihan tahap akhir pada 9 September mendatang. Siapapun pemenenangnya, akan menjadi perdana menteri wanita Inggris kedua, setelah “si wanita besi”, Margareth Thatcher.
Pertarungan keduanya diprediksi ramai. Sebanyak 150.000 anggota Partai Konservatif akan memilih antara May, dengan pengalaman panjang di pemerintahan, atau Andrea Leadsom, salah satu tokoh penting pendukung Brexit.
Pasca pengumuman hasil voting di parlemen, May mengklaim mendapatkan dukungan dari semua sayap anggota Partai Konservatif. Dia berjanji merangkul semua Tories—sebutan untuk anggota Partai Konservatif.
May menjanjikan, ”kepemimpinan yang kuat dan terbukti” untuk melakukan negosiasi pasca keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Dia juga akan “membuat Inggris menjadi sebuah negara utuk semua orang, bukan untuk sekelompok elite saja,” ujar May.
Adapun anggota Parlemen dari Partai Konservatif yang juga juru kampanye Leadsom, Tim Loughton, mengatakan bahwa Andrea Leadsom menjadi kandidat dengan “keahlian yang hebat dan terbukti” untuk bisa duduk di Downing Street 10, kantor Perdana Menteri Inggris.
Sedangkan Michael Gove, yang gagal mendulang cukup suara di parlemen, mengaku kecewa.Namun dia optimistis dengan kemampuan May dan Leadsom dalam memimpin Inggris pasca-Brexit. ”Pertarungan mereka berdua nantinya sangat inklusif, optimis, dan positif,” ujar Gove. Gove sendiri belum memutuskan apakah akan mendukung salah satu kandidat.
Amber Rudd, Menteri Senior Urusan Energi, atasan Leadsom di Departemen Energi dan Perubahan Iklim, mengatakan lebih memilih May. Alasannya, Leadsom minim pengalaman dalam pemerintahan. ”Mungkin dia bisa mengikuti pertarungan lagi dua tahun lagi. Akan jadi masalah jika dia memaksakan diri saat ini,” ujar Rudd.
Meski begitu, Leadsom mendapat dukungan dari beberapa figur penting di Inggris. Misalnya, mantan Menteri urusan Pekerjaan dan Pensiun, Iaian Duncan Smith, mantan Wali Kota London, Boris Johnson, bahkan Pemimpin Partai UKIP, Nigel Farage, yang dalam cuitannya di Twitter, ikut mendukung Leadsom.
Pakar Pemilu dan Perhitungan Suara, John Curtice dari Universitas Strathclyde, mengatakan bahwa pemilihan kali ini “sangat membelah Inggris”, terutama bagi pemilih laki-laki dan kelompok kelas menengah Inggris.
Menurut dia, perdebatan mengenai Brexit akan menjadi topik utama dalam pertarungan nantinya. ”Dua pertiga anggota anggota Partai Konservatif menyetujui Brexit, akan tetapi, faktor yang paling penting adalah visi dari masing-masing kandidat untuk Inggris ke depannya,” kata Curtice.
Maka, menarik untuk menunggu pertarungan selanjutnya pada 9 Septmber nanti, siapakah yang akan menjadi “The Next Margareth Thatcher”, apakah Theresia May atau Andrea Leadsom?
BBC | FAJAR PEBRIANTO | SNL