TEMPO.CO, London - Pemimpin Partai Independen United Kingdon (UKIP) sekaligus pemimpin kampanye Brexit, Nigel Farage, mundur dari partainya. Farage merasa urusannya di kancah politik sudah rampung setelah tujuannya tercapai dengan memastikan Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.
Farage yang memimpin partai sayap kanan hampir 10 tahun itu mengatakan, dirinya mundur untuk fokus pada kehidupan pribadinya setelah cukup lama berkampanye agar Inggris keluar dari Uni Eropa. ”Saya ingin kehidupan saya kembali, dan itu dimulai sekarang,” kata Farage dalam pidato pengunduran dirinya di London, Senin waktu setempat seperti yang dilansir BBC, Selasa 5 Juli 2016.
Meskipun menyatakan meninggalkan dunia politik, Farage memastikan tetap terus mengamati perkembangan negosiasi pemisahan Inggris dari Uni Eropa di Brussels, Belgia. Dia menyebutnya bakal mengamatinya seperti elang.
Ini kali kedua pria 52 tahun itu menyatakan mundur dari partai oposisi. Saat menjelang pemilu lima tahun lalu, dia menyatakan akan mengundurkan diri jika partainya tidak menang. Namun, hal tersebut tidak dilakukannya meski partainya kalah.
Dalam konferensi pers pengunduran dirinya pada Senin di London, tidak lupa Farage berpesan agar siappun pengganti Perdana Menteri Inggris nanti adalah berasal dari para pendukung Brexit. Perdana Menteri Konservatif Inggris, David Cameron, mengundurkan diri sehari paskah sebagian besar rakyat Inggris memilih keluar dari Uni Eropa.
Farage menjadi juru kampanye Brexit setelah kemenangan secara seismik dalam referendum bagi kawasan Inggris Raya pada 23 Juni lalu. Dengan demikian, dirinya tidak memungkinkannya lagi mencalonkan diri menjadi Perdana Menteri. Sebelumnya mantan Wali Kota London, Boris Johnson, juga keluar dari persaingan untuk menggantikan posisi Cameron pekan lalu.
Menanggapi hal tersebut, Manfred Weber, wakil dari kelompok Partai Rakyat Eropa di Parlemen Eropa, menilai mundurnya pemimpin UKIP sebagai ”pengecut”. ”Farage pengecut dengan meninggalkan kekacauan. Dia seharusnya bertanggung jawab untuk ini smeua,” ujar Weber lewat akun twiiternya. ”Ini menunjukkan bahwa dia tidak memiliki kredibilitas sama sekali.”
Seiring dengan kekacauan politik di Inggris Raya, Brexit diperkirakan bakal memukul ekonomi Inggris. Salah satunya, kekhawatiran eksodus bisnis dan investasi.
CHANNEL NEWS ASIA | BBC | YON DEMA