TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai pemimpin dunia bereaksi keras atas pilihan masyarakat Inggris yang memutuskan keluar Uni Eropa. Keputusan ini diambil lewat referendum antara Brexit (Britain Exit) melawan Remain—bertahan di UE—yang digelar dan diumumkan secara resmi pada Jumat, 24 Juni 2016.
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan tidak ada alasan menunggu sampai Oktober mendatang untuk memulai negosiasi kepergian Inggris dari Uni Eropa. "Inggris memutuskan kemarin bahwa negara itu ingin meninggalkan Uni Eropa, sehingga tidak masuk akal menunggu sampai Oktober," ucap Juncker.
Akibat Brexit, nilai pound jatuh ke level terendah sejak 1985. Ini terjadi di tengah kekhawatiran bahwa Brexit memicu krisis keuangan global. Gubernur Bank of England Mark Carney mengaku siap mengurangi dampak krisis tersebut.
Di Berlin, Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan penyesalannya atas keputusan Inggris. Namun ia menuturkan Uni Eropa tidak harus menarik kesimpulan yang cepat atas momen bersejarah ini. Penyesalan juga dilontarkan Presiden Prancis François Hollande. Hollande mengatakan keluarnya Inggris memberi ujian baru bagi Uni Eropa. "Untuk maju, Eropa tidak bisa bertindak seperti sebelumnya," ujarnya.
Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda, mengatakan keluarnya Inggris menjadi pelajaran bagi Uni Eropa untuk mengontrol pertumbuhan ekonomi dan perbatasan eksternal Uni Eropa. Secara pribadi, Mark menyatakan ketidakpuasannya terhadap keputusan ini. "Mereka juga tidak ingin ada visi yang lebih besar dari konvensi dan perjanjian."
Menteri Luar Negeri Italia Paolo Gentiloni menyatakan Uni Eropa harus membuat kebijakan umum untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, migrasi, dan pertahanan. Sedangkan Kanselir Austria Christian Kern berujar, Brussels membutuhkan proses reformasi yang jelas untuk meningkatkan perekonomian, menurunkan angka pengangguran, dan meningkatkan lapangan kerja.
Perdana Menteri Italia Matteo Renzi melalui cuitannya menuturkan, "Kita harus mengubah itu membuatnya lebih manusiawi dan lebih adil. Tapi Eropa adalah rumah kami. Itu masa depan kita."
Turki, yang memainkan peran kunci dalam kampanye referendum UK, menganggap Brexit sebagai awal mula disintegrasi negara Uni Eropa. "Disintegrasi Uni Eropa telah dimulai," ucap Wakil Perdana Menteri Nurettin Canikli. "Inggris adalah lompatan pertama."
THE GUARDIAN | ARKHELAUS W.