TEMPO.CO, New York - Kematian mantan Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, John Ashe, mulai terkuak. Pria 61 tahun itu diduga meninggal karena mengalami luka di leher ketika sedang mengangkat barbel pada Rabu, 22 Juni 2016. "Dia sesak napas parah," kata petugas Kantor Pemeriksaan Medis Westchester County.
Kesimpulan yang dibuat pemeriksa jenazah itu muncul satu hari setelah polisi menanggapi panggilan darurat medis dari kediaman Ashe di Dobbs Ferry, New York. Ashe dinyatakan meninggal di rumahnya.
Ashe adalah mantan Duta Besar PBB dari Antigua dan Barbuda, yang menjabat sebagai Presiden Majelis Umum dari 2013 hingga 2014. Kematiannya merupakan kejadian yang mengejutkan dalam kasus korupsi di Amerika Serikat.
Ashe ditangkap pada Oktober tahun lalu dan dituduh menerima uang suap senilai US$ 1,3 juta (Rp 17 miliar) dari para pebisnis Cina. Sejauh ini sudah tujuh orang didakwa dalam kasus tersebut, tiga orang di antaranya telah menyatakan bersalah.
Kejaksaan menyatakan Ashe menerima suap lebih dari US$ 500 ribu (Rp 6,6 miliar) dari miliarder pengembang properti Makau, Ng Lap Seng. Pengusaha Makau itu ingin mendapatkan dukungan PBB untuk membangun pusat konferensi yang disponsori PBB di Makau oleh perusahaannya.
Baca: Eks Ketua Majelis Umum PBB Berstatus Terdakwa Meninggal
Jaksa mengatakan Ashe juga menerima lebih dari US$ 800 ribu dolar (Rp 10,6 miliar) dari pengusaha Cina untuk mendukung kepentingan mereka di PBB dan Antigua.
Saat meninggal, Ashe hanya didakwa atas penggelapan pajak. Atas dakwaan itu, ia menyatakan tidak bersalah. Ada pertanyaan-pertanyaan soal apakah kekebalan diplomatik kemungkinan menghalangi dakwaan terhadapnya dalam kasus suap.
Pada persidangan 9 Mei, Asisten Kejaksaan Amerika Serikat Daniel Richental mengatakan para penuntut sedang mencari dakwaan baru terhadap Ashe. Kasus menyangkut Ng dan asistennya, Jeff Yin, yang dikatakan jaksa membantu penyuapan terhadap Ashe, masih menggantung. Keduanya menyatakan tidak bersalah.
Ashe meninggalkan istri bernama Anilla Cherian dan dua anak. Dalam pernyataan yang dikeluarkan pengacara Ashe, keluarganya mengatakan, "Kami akan selalu merindukan kelembutan, ketenangan, dan senyumannya."
ANTARA