TEMPO.CO, Beijing - Cina akan menawarkan paket wisata kapal pesiar reguler menuju Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan pada 2020. Rencana ini memancing kejengkelan sejumlah negara yang mengklaim perairan yang disengketakan tersebut.
"Provinsi Hainan berencana menyediakan jalur pelayaran dan perjalanan pesiar bisnis Laut Cina Selatan antarnegara meliputi sepanjang Jalan Sutera Maritim," kata seorang pejabat Provinsi Hainan, seperti dilansir surat kabar resmi China Daily, Rabu, 22 Juni 2016.
Rencana ini mengacu pada inisiatif Presiden Xi Jinping yang ingin meningkatkan investasi dan perdagangan. Namun rencana itu membangkitkan kemarahan Amerika Serikat dan sekutu regionalnya karena klaim sepihak Cina atas perairan tersebut. Apalagi Cina telah mendorong adanya rencana kehadiran sipil di pulau-pulau yang disengketakan.
Cina mengklaim 90 persen potensi energi yang ada di Laut Cina Selatan. Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan mengklaim sebagian dari daerah tersebut. Perairan di dekat Kepulauan Spratly ini menjadi perebutan karena sering dilintasi kapal dan diperkirakan memiliki nilai perdagangan sebesar US$ 5 triliun tiap tahun.
Provinsi Pulau Hainan akan mengoperasikan perjalanan rutin ke Spratly dalam menanggapi meningkatnya permintaan. Selain menawarkan pelayaran ke perairan itu, Cina juga akan membangun pulau buatan, lapangan udara, dan fasilitas militer. Hal ini telah memicu ketegangan di Asia Tenggara, meskipun menurut pemerintah Cina sebagian besar konstruksi tersebut ditujukan untuk kegiatan sipil.
Analisis menuturkan rencana pembangunan Cina di Spratly akan membawa Beijing langsung berada di jantung maritim Asia Tenggara.
CBC | INTERNASIONAL | ATIKA NUSYA PUTERI | TJANDRA DEWI