TEMPO.CO, Oslo - Paus Fransiskus menyampaikan pesan kepada dunia untuk menghapus hukuman mati. Pemimpin Katolik itu mendorong semua pihak terlibat aktif menghapus hukuman mati. Sampai saat ini, setidaknya 58 negara dan teritorial masih memberlakukan hukuman mati bagi pelaku yang dianggap melakukan kejahatan luar biasa, seperti pengedar narkotik dan teroris.
Menurut Paus, saat ini, hukuman mati tidak bisa diterima, walau untuk kejahatan yang dianggap serius. Sebab, hukuman mati bertentangan dengan hak hidup yang tidak dapat diganggu gugat. Hukuman mati juga berhubungan dengan martabat manusia. “Hukuman mati bertentangan dengan rencana Allah bagi individu dan masyarakat serta keadilan yang penuh kasih-Nya,” kata Paus lewat video yang disampaikan dalam pembukaan Kongres Dunia Melawan Hukuman Mati yang keenam di Opera House Oslo, Norwegia, Selasa malam, 21 Juni 2016. “Saya percaya, kongres ini dapat memberikan dorongan baru untuk upaya menghapus hukuman mati.”
Hukuman mati, kata dia, tidak sejalan dengan tujuan penghukuman. Hukuman mati juga tidak memberikan keadilan bagi korban, tapi memupuk dendam. “Perintah jangan membunuh, itu nilai mutlak dan berlaku baik bagi orang yang tidak bersalah maupun bersalah,” ucap Paus.
Masa The Extraordinary Jubilee of Mercy (8 Desember 2015-20 November 2016), menurut Paus, adalah kesempatan yang baik untuk mempromosikan penghormatan kehidupan dan martabat orang ke seluruh dunia. “Tidak boleh dilupakan, penjahat juga memiliki hak hidup yang diberikan Tuhan” katanya.
Selain bicara soal pentingnya penghapusan hukuman mati, Paus mendorong perbaikan kondisi penjara sehingga martabat yang dipenjara dihormati. Memberi keadilan, kata dia, tidak berarti mencari hukuman untuk kepentingan hukum itu sendiri, tapi memastikan tujuan dasar dari semua hukuman adalah rehabilitasi pelaku. “Tidak ada penjatuhan hukuman tanpa harapan. Hukuman untuk kepentingan dirinya sendiri, tanpa ada ruang untuk harapan, adalah sebuah bentuk penyiksaan, bukan hukuman,” ucap Paus.
Kongres Dunia Melawan Hukuman Mati yang keenam dihadiri 1.300 peserta dari 80 negara di Opera House Oslo, Norwegia, dan berlangsung sampai Kamis, 23 Juni 2016. Peserta, yang terdiri atas 200 diplomat, 20 menteri, anggota parlemen, pengacara, akademikus, dan kelompok masyarakat sipil, menyerukan penghapusan hukuman mati di seluruh dunia untuk jenis kejahatan apa pun, termasuk terorisme. Dari Indonesia, hadir beberapa aktivis NGO dan pengacara yang selama ini giat mengkampanyekan penghapusan hukuman mati.
Amnesty International menyebu, tahun lalu, 1.634 orang dieksekusi mati karena berbagai kasus kejahatan, dan 89 persen di antaranya di eksekusi di Iran, Pakistan, serta Arab Saudi. Jumlah yang dieksekusi itu tidak termasuk di Cina, yang dikenal tertutup soal eksekusi mati. Jumlah yang dieksekusi meningkat 54 persen dibanding tahun sebelumnya (termasuk eksekusi di Cina).
Sampai akhir 2015, menurut World Coalition Against the Death Penalty, 103 negara telah menghapus hukuman mati untuk semua jenis kejahatan. Kini, masih 58 negara dan teritorial yang menjalankan hukuman mati, termasuk Indonesia, Amerika Serikat, Iran, Irak, dan Cina.
AHMAD NURHASIM (OSLO)