TEMPO.CO, Manila - Kelompok teroris Filipina, Abu Sayyaf, mengaku aksi mereka memenggal kepala tawanan asal Kanada, Robert Hall, adalah untuk mempermalukan Presiden baru negara itu, Rodrigo Duterte.
"Ini ditujukan kepada Duterte, presiden baru. Agar kamu tahu apa yang kami akan lakukan kepada rakyat Kanada," kata juru bicara kelompok itu, Abu Raami, seperti dilansir Star Online, Rabu, 15 Juni 2016.
Sejam setelah wawancara melalui telepon oleh Inquirer, Raami mengumumkan tindakan Abu Sayyaf membunuh Hall karena uang tebusan 300 juta pesos atau setara dengan Rp 86 miliar yang dituntut untuk membebaskannya tidak diserahkan pada waktu yang telah ditentukan, yaitu pukul 15.00 waktu setempat.
Hall merupakan warga Kanada yang menjadi korban kedua dari kekejaman Abu Sayyaf. Sebelumnya, John Ridsdel juga bernasib sama setelah dipenggal kepalanya pada 25 April lalu di wilayah Sulu. Saat itu Ridsdel bersama Hall dan temannya, warga lokal Maritess Flor dan rakyat Norwegia, Kjartan Sekkingstad, dibawa pria bersenjata yang menyerbu resor eksklusif di Island Garden City Samal di Provinsi Davao del Norte pada 21 September 2015.
Sekkingstad, Flor, dan warga Belanda, Ewold Horn, adalah di antara tujuh tawanan yang masih dalam kontrol teroris Abu Sayyaf.
Di Manila, Presiden Aquino sebelumnya mengatakan kejadian pembunuhan terbaru itu kepada Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, yaitu setelah Filipina mengonfirmasi kematian Hall.
"Kami mengutuk kekejaman dan pembunuhan Robert Hall setelah ditawan kelompok Abu Sayyaf di Sulu sejak sembilan bulan lalu," katanya di Manila.
Pada saat yang sama, Trudeau tetap dengan keputusan untuk tidak menyerahkan uang tebusan yang dituntut kelompok teroris, termasuk Abu Sayyaf, meskipun itu mengakibatkan kematian rakyatnya.
Kepala yang diperkirakan milik Robert Hall ditemukan di kantong plastik di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina, Senin malam, 13 Juni 2016. Lima jam sebelumnya, kelompok militan Abu Sayyaf mengklaim telah mengeksekusi Hall, 57 tahun, satu dari sejumlah sandera mereka.
STAR ONLINE | INQUIRER | YON DEMA