TEMPO.CO, Buenos Aires - Reynaldo Bignone, bekas pemimpin junta militer Argentina yang terlibat dalam peristiwa pembantaian masal di negara itu, Operasi Condor, dijatuhi hukuman penjara 20 tahun.
Selain diktator Argentina berusia 88 tahun ini, ada 14 orang yang dijatuhi hukuman 8-25 tahun bui oleh Pengadilan Tinggi Argentina pada Jumat, 27 Mei 2016. Proses yang lama membuat sebagian terdakwa terlampau uzur, bahkan ada yang sudah meninggal.
Di antara 15 terdakwa itu, Bignone memiliki pangkat tertinggi ketika peristiwa tersebut berlangsung pada 1976-1983. Bignone mengambil alih pemerintahan Presiden Isabel Perón lewat kudeta militer 1976 dan mengatakan pemerintahannya sebagai Proses Reorganisasi Nasional.
Keputusan diambil merujuk pada hilangnya 105 orang selama masa kediktatoran Argentina di bawah pimpinan Jorge Rafael Videla berlangsung. Orang-orang yang dihilangkan itu dicap sebagai kelompok kiri, yang mendukung ideologi marxisme.
"Putusan ini untuk memastikan pelanggaran HAM berat tidak akan pernah terjadi lagi di wilayah tersebut," ucap Jose Miguel Vivanco, Direktur Amerika untuk Human Rights Watch, seperti dilansir Haaretz.
Operasi Condor merujuk pada nama burung bangkai terbesar di Amerika Selatan. Operasi tersebut mulai dilancarkan pada 1975, saat pertemuan para kepala intelijen dari Argentina, Bolivia, Cile, Paraguay, dan Uruguay berlangsung. Tak lama kemudian, bergabung Brasil, Ekuador, dan Peru.
Operasi yang berlanjut hingga 1980 ini menggabungkan militer dari negara-negara tetangga, yang sebelumnya berperang satu sama lain untuk melawan musuh baru bersama: penyebaran ideologi marxisme di seluruh kawasan itu.
HAARETZ|REUTERS|BBC|YON DEMA