TEMPO.CO, Pyongyang - Korea Utara secara tegas menolak tawaran calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, yang ingin menemui pemimpin tertinggi mereka, Kim Jong-un.
"Terserah keputusan Pemimpin Agung kami, baik untuk bertemu atau tidak. Tapi saya pikir ide (Trump) untuk berbincang sangat konyol," kata Duta Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jenewa, So Se Pyong, kepada Reuters.
So Se Pyong menganggap tawaran tersebut tidak berguna dan hanya propaganda atau iklan dalam persaingan pemilihan Presiden Amerika Serikat. "Ini semata-semata untuk tujuan pemilihan presiden, itu saja. Seperti propaganda atau iklan yang sia-sia," katanya, seperti yang dilansir News.au pada 24 Mei 2016.
Sebelumnya, Trump, dalam satu wawancara dengan Reuters pekan lalu di New York, mengatakan dia bersedia berbicara dengan pemimpin Korea Utara itu untuk mencoba mencegah program nuklir Pyongyang, sekaligus mengusulkan transisi besar dalam kebijakan Amerika melibatkan negara yang terasing itu.
Dalam kesempatan tersebut, Duta Korea Utara itu juga menegaskan bahwa negaranya siap kembali ke perundingan enam negara yang sempat terhenti sebelumnya untuk membahas program nuklir negaranya. Cina dan Rusia mendukung ide itu, tapi Amerika Serikat dan sekutunya, Korea Selatan dan Jepang, telah secara tegas menolaknya.
Korea Utara melakukan uji nuklir keempat pada Januari lalu dan meluncurkan roket jarak jauh pada Februari. Uji coba itu memicu jatuhnya sanksi internasional. Sejak Kim mengambil alih kekuasaan setelah kematian ayahnya, Kim Jong-il, pada 2011, Korea Utara telah dua kali melakukan uji coba nuklir dan dua kali sukses meluncurkan roket ke ruang angkasa yang diduga dilengkapi kepala nuklir.
REUTERS | NEWS.AU | YON DEMA