TEMPO.CO, Singapura - Pengadilan Singapura menggantung seorang warga negara Malaysia, Kho Jabing, hingga tewas, Jumat, 20 Mei 2016, setelah banding yang diajukan pria 32 tahun itu ditolak pengadilan tinggi.
Kho Jabing, asal Sarawak, datang ke Singapura sebagai pekerja kasar, dituding melakukan pembunuhan dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan negeri di Singapura pada 2010.
Setelah amendemen yang dibuat pada 2012 atas undang-undang hukuman mati di Singapura disetujui, hukuman terhadap Kho Jabing diubah menjadi seumur hidup dan dihukum cambuk 24 kali. Namun jaksa mengajukan banding ke pengadilan tinggi atas perubahan hukuman terhadap Kho Jabing.
Pengadilan menolak permohonan banding yang diajukan Kho Jabing pada Oktober 2015. Pada 23 Oktober 2015, dia diberi penangguhan hukuman sambil menunggu hasil dari permohonan yang diajukan pengacaraya.
Pada 6 April 2016, pengadilan tinggi mencabut penangguhan hukuman sementara dan menguatkan keputusan hukuman mati yang dijatuhkan pengadilan negeri kepada Kho Jabing.
Sebelum memutuskan hukuman gantung terhadap Kho Jabing, lima hakim di pengadilan tinggi melakukan perdebatan sekitar dua jam. Setelah itu, mereka menetapkan keputusan bahwa Kho Jabing harus dihukum mati dengan cara digantung.
Kho Jabing dihukum gantung pada pukul 15.30 waktu Singapura, Jumat, 20 Mei 2016. Singapura selalu mengambil waktu pada Jumat untuk menghukum mati seorang tersangka kriminal.
Rachel Zeng dan para aktivis anti-hukuman mati yang membantu keluarga Kho Jabing dengan menerbangkan mereka dari Sarawak menuju Singapura menulis surat seperti ini, "Kabar hukuman mati terhadap Kho Jabing sangat mengejutkan. Dia dieksekusi pada Jumat, 20 Mei 2016. Pada momen itu, keluarganya sedang menghabiskan waktu terakhir bersama Kho Jabing di penjara Changi untuk memberi dukungan moril sebagaimana yang bisa kami lakukan."
ONLINE CITIZEN | CHOIRUL AMINUDDIN