TEMPO.CO, Naypyidaw - Amerika Serikat segera mencabut sebagian sanksi ekonomi terhadap Myanmar setelah negara itu kembali dipimpin pemerintah sipil. Selama lebih dari lima dekade, Myanmar—yang sempat dikenal dengan nama Burma—berada di bawah penguasa rezim militer yang represif.
"Transfer kekuasaan kepada pemerintah sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi dan partai pro-demokrasinya tahun lalu adalah tonggak bersejarah," kata Wakil Menteri Keuangan Amerika Adam Szubin saat mengumumkan rencana pencabutan sebagian sanksi ekonomi ke Myanmar, Selasa, 18 Mei 2016.
"Tindakan kita hari ini menunjukkan dukungan yang kuat untuk kemajuan politik dan ekonomi negara ini," ujar Szubin. Menurut dia, terpilihnya pemerintah sipil di Myanmar adalah tujuan utama dari kebijakan pemberian sanksi.
Channel News Asia, Rabu, 18 Mei 2016, melaporkan bahwa sanksi yang dihapus adalah pembatasan perdagangan reguler dan kegiatan keuangan dari warga Amerika yang tinggal di Myanmar, juga sanksi blacklist atas tiga bank Myanmar. Kini, orang Amerika dapat melakukan bisnis dengan bank mana pun di negara itu.
Adapun tujuh BUMN, yang sebelumnya masuk daftar hitam Amerika, masuk daftar tunggu untuk dihapus dari daftar hitam.
Baca Juga:
Kebijakan Amerika dipercaya akan menghapus kendala sulit untuk warganya yang ingin berinvestasi di Myanmar. "Langkah-langkah ini akan membantu untuk memfasilitasi perdagangan dan, pada gilirannya, membantu rakyat serta pemerintah Myanmar mencapai masa depan yang lebih inklusif dan sejahtera," tutur Szubin.
Dia menambahkan, untuk taipan bisnis Myanmar, Steven Law—anak dari Lo Hsing Han, pedagang heroin terkenal, tetap berada dalam daftar hitam sejak 2008 bersama perusahaan pada kelompok usaha Asia World.
CHANNEL NEWS ASIA | MECHOS DE LAROCHA