TEMPO.CO, Damaskus - Rusia membangun pangkalan militeraru di kota tua Palmyra, Suriah tengah, untuk melindungi situs arkeologi yang masuk dalam daftar warisan dunia versi UNESCO. "Pembangunan tersebut tidak minta izin dari otoritas setempat," kata sebuah organisasi pemerhati warisa dunia di Amerika Serikat dan para arkeolog senior di Suriah, Selasa, 17 Mei 2016.
Dalam gambar yang diposting American School of Oriental Research's Cultural Heritage melalui satelit menunjukkan pembangunan pangkalan militer itu berada di pojok situs kuno yang dihancukan oleh militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Kelompok ini menguasai Palmyra selama 10 bulan.
Adapun pasukan Suriah yang didukung oleh serangan udara Rusia berhasil menguasai kembali Palmyra pada Maret 2016 dan melanjutkan pertempuran di kawasan itu hingga saat ini.
Rusia mengirimkan para ahli untuk menjinakkan ratusan bom yang ditinggalkan oleh kaum ekstimis itu baik di dalam maupun di sekitar kota tua sejak Palmyra mereka kuasai. Seorang arkeolog senior Suriah mengatakan, kehadiran pasukan Suriah dan Rusia sangat penting guna mencegah kaum ISIS kembali ke kota itu.
Maamoun Abdulkarim, kepala Departemen Museum dan Benda Purbakala di Damaskus, bekara kepada kepada Associated Press, Rusia sedang membangun barak kecil di sana temasuk kantor dan klinik.
Abdulkarim menjelaskan, lembaganya tidak pernah diminta izin atas pembangunan barak tersebut, namun keberadaan tentara Rusia dan Suriah sangat penting untuk menyakinkan bahwa situs tersebut berada di tangan pemerintah.
"Kami menolak memberikan izin kendati hanya untuk pembangunan kamar kecil baik untuk kepentingan militer Suriah, Rusia, atau siapapun," tutur Abdulkarim melalui telepon dari Damaskus. "Kami tidak akan pernah memberikan izin sebab hal itu akan melanggar undang-undang arkeologi."
AL ARABIYA | CHOIRUL AMINUDDIN