TEMPO.CO, Amsterdam - Seorang gadis mantan korban pelecehan seksual ketika masih anak-anak mengakhiri hidupnya di bawah hukum eutanasia Belanda. Dalam pengakuannya, si gadis memilih mati karena tidak mampu melanjutkan hidup dengan penderitaan mental yang ia tanggung.
Wanita 20-an tahun itu disuntik mati setelah dokter dan psikolog mengambil keputusan bahwa penyakit akibat tekanan mental setelah trauma dan penyakit lainnya yang ia derita tidak dapat disembuhkan secara ilmu kedokteran.
BACA JUGA
Si Pemerkosa & Pembunuh Bocah Ikut Tahlilan, Doakan Korban
4 Fakta Menyeramkan di Balik Perkosaan Bocah 2,5 Tahun
Wanita itu setuju mengakhiri hidupnya tahun lalu, tapi berita kematiannya baru dirilis Komisi Euthanasia Belanda. Eutanasia adalah penghentian hidup oleh dokter atas permintaan pasien. Tujuannya untuk mengakhiri penderitaan tak tertahankan tanpa prospek perbaikan.
Wanita yang dirahasiakan identitasnya itu, menderita sejak 15 tahun lalu setelah mengalami pelecehan seksual, menurut dokumen yang diterbitkan Komisi Eutanasia Belanda. Berdasarkan jangka waktu dilaporkan, dia kemungkinan mengalami peristiwa memilukan tersebut pada usia 5-15 tahun.
Berita kematiannya memicu kemarahan anggota parlemen antieutanasia dan aktivis kampanye orang cacat di Inggris. Seorang anggota parlemen Inggris dari Partai Buruh mengatakan insiden itu mengindikasikan korban pelecehan seks kini dihukum mati.
"Ini semacam pesan bahwa jika Anda adalah korban pelecehan seksual, dan kemudian menderita penyakit mental, maka Anda dihukum mati," kata Robert Flello, anggota parlemen Inggris, seperti yang dilansir laman Independent, Senin, 11 Mei 2016.
Rincian kasus wanita tersebut dirilis oleh pemerintah Belanda untuk membenarkan legalitas eutanasia. Langkah tersebut juga untuk menyoroti tingkat pengawasan medis yang terlibat dalam kematian yang dibantu di Belanda.
INDEPENDENT | HUFFINGTON POST | YON DEMA