TEMPO.CO, Jakarta - Mulai hari ini data Panama Papers dapat dilihat oleh publik. Namun, data yang dikeluarkan oleh International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) ini terbatas pada nama pemilik, alamat, serta nama perusahaan. Data ini dapat dilihat di https://offshoreleaks.icij.org/.
ICIJ meyakinkan bahwa data ini tidak akan berisi data “dump”, seperti yang digunakan oleh organisasi WikiLeaks. "Database tidak termasuk catatan akun bank dan transaksi finansial, e-mail, dan korespondensi, paspor, dan nomor telepon seluler. Hanya data dan informasi tertentu yang sesuai dengan kepentingan publik yang dipublikasikan," kata ICIJ, seperti dilansir BBC, Selasa, 10 Mei 2016.
Dokumen ini melampirkan lebih dari 200 ribu perusahaan cangkang, yayasan, dan perserikatan yang ada di lebih dari 20 negara bebas pajak di dunia. Dari data ini, tercatat aset tersembunyi dari ratusan lebih politikus, pemimpin dunia, selebritas, dan atlet.
Di daftar ini juga tercatat nama-nama yang cukup terkenal, seperti Perdana Menteri Inggris David Cameron, Presiden Rusia Vladmir Putin, pemain bola Argentina Lionel Messi, aktor legendaris Jackie Chan, dan sutradara film Spanyol Pedro Almodovar. Bahkan Perdana Menteri Islandia Sigmundur Gunnlaugsson menggantungkan jabatannya sejak namanya tercantum dalam daftar itu.
Perusahaan cangkang ini pada dasarnya bukanlah praktek ilegal. Namun, apabila digunakan untuk menyembunyikan asal kekayaan dan kepemilikan harta serta untuk menghindari pajak, hal ini tentunya akan bermasalah.
Akibat dari rilis Panama Papers ini, pada Senin, 300 ekonom menandatangani surat yang mendesak pemimpin dunia untuk menghapuskan negara bebas pajak atau suaka pajak. Menurut mereka, negara bebas pajak hanya menguntungkan masyarakat kelas menengah ke atas dan perusahaan multinasional serta memperlebar ketimpangan sosial.
"Keberadaan negara bebas pajak tidak menambah pemasukan bagi perekonomian dunia ataupun individu. Ini tidak berguna bagi kepentingan ekonomi," tertulis dalam surat tersebut.
BBC | MAWARDAH