TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un secara resmi membuka kongres partai penguasa pada Jumat, 6 Mei 2016. Ini adalah pertemuan ketujuh Partai Pekerja Korea Utara sejak yang pertama digelar pada 1980.
Ribuan delegasi dari seluruh Korea Utara menghadiri kongres yang diadakan di gedung The April 25 House of Culture di Ibu Kota Pyongyang tersebut.
Acara pembukaan tertutup bagi umum. Wartawan yang diundang pun hanya diizinkan meliput suasana luar gedung dan arak-arakan petinggi partai masuk gedung. Penjaga keamanan berpakaian jas dan dasi dengan rapi berbaris mengelilingi gedung pertemuan dan puluhan bus kosong yang diparkir di luar.
Jalan-jalan di Ibu Kota tampak dipenuhi bendera nasional dan Partai Pekerja serta spanduk yang bertuliskan, "Pemimpin besar Kim Il-sung dan Kim Jong-il akan selalu bersama kita."
Seperti dilansir Reuters pada 6 Mei 2016, upacara yang dibuka pada pagi hari tersebut diwarnai hujan ringan yang turun sesaat.
Agenda dan durasi acara ini tidak diketahui. Tapi para ahli menuturkan Kim Jong-un kemungkinan akan memperkenalkan program barunya yang disebut kebijakan "Byongjin", yang merupakan dorongan simultan terhadap pembangunan ekonomi dan kemampuan nuklir. Kongres tersebut diduga juga akan digunakan Kim Jong-un untuk lebih memantapkan kekuasaannya atas negara yang semakin terisolasi demi senjata nuklir tersebut.
Di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, kegiatan pasar ekonomi informal telah diizinkan untuk tumbuh, meskipun belum secara resmi diadopsi sebagai kebijakan pemerintah.
Namun yang pasti, taksi dan mobil pribadi di jalan-jalan mulai ramai terlihat, toko-toko mulai menjual lebih banyak barang, serta pekerjaan konstruksi bangunan yang mulai terlihat membuktikan bertumbuhnya kemakmuran dan konsumsi penduduk Pyongyang.
Kim Jong-un juga agresif mengembangkan senjata nuklir dan teknologi rudal balistik. Pada Maret 2016, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi sanksi terbaru dalam serangkaian resolusi terhadap Korea Utara, yang melakukan uji coba senjata nuklir keempat di pada Januari lalu.
REUTERS | BBC | YON DEMA