TEMPO.CO, London - Pemimpin gerakan Papua Barat, Benny Wenda, kembali menyampaikan tuntutan pemungutan suara bagi masa depan politik Papua dalam konferensi pers di hotel berbintang empat di pusat kota London, Selasa, 3 Mei 2016.
Konferensi pers tersebut digelar menjelang pertemuannya dengan beberapa anggota parlemen Inggris. Wenda mengatakan, selain penegakan hak asasi manusia di Papua Barat, Gerakan Bersatu Pembebasan Papua Barat (ULMWP) menuntut penentuan nasib dan masa depan politik sendiri.
"Gerakan kelompok ini kami yakin satu-satunya cara untuk mencapai tujuan dengan damai, yakni melalui proses penentuan nasib sendiri, yang melibatkan pemungutan suara dan diawasi secara internasional," katanya melalui keterangan pers seperti yang dikutip dari BBC, Rabu, 4 Mei 2016.
Menurut dia, pemungutan suara atau referendum harus dilakukan sesuai dengan resolusi Majelis Keamanan PBB 1514 dan 1541. "Yaitu seperti dalam kasus Timor Timur yang sekarang harus menjadi kasus di Papua Barat," ujarnya, menambahkan.
Lebih dari seribu orang di Papua ditangkap ketika menggelar aksi dukungan atas gerakan kemerdekaan Papua pada Senin, 2 Mei 2016. Menurut polisi, kegiatan yang mereka lakukan bertentangan dengan kedaulatan negara. Namun kini mereka sudah dibebaskan.
Terkait dengan pemungutan suara, pemerintah Indonesia telah menegaskan tidak menerima gagasan penentuan nasib Papua sendiri.
Konferensi pers di London dihadiri, antara lain, Perdana Menteri Tonga Akilisi Pohiva; Menteri Luar Negeri Vanuatu Bruno Leingkone; utusan khusus Kepulauan Solomon untuk Papua Barat, Rex Horoi; serta Gubernur Distrik Oro di Papua Nugini Gary Juffa.
Dalam kesempatan itu, PM Pohiva mengaku tidak tahu peristiwa yang terjadi di Papua. Namun ia meyakini, telah terjadi pelanggaran hak asasi dan menegaskan dukungan atas setiap perjuangan penentuan nasib sendiri.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Vanuatu Bruno Leingkone menegaskan rasa persatuan dengan Papua Barat. "Vanuatu sudah jelas posisinya mendukung rakyat Papua Barat. Kami semua adalah satu. Kami mengecam semua pelanggaran hak asasi dan menyatakan tidak ada kekerasan kepada saudara-saudara kami di Papua Barat."
Sedangkan Kepulauan Solomon sudah menyetujui anggaran untuk utusan khusus yang akan dibantu oleh seorang penasihat strategis. "Jadi keduanya akan membentuk tim untuk membangun koalisi di Pasifik dan di dunia untuk mengambil tindakan karena perjuangan Papua Barat sudah terlalu lama," ucap Rex Horoi.
Setelah menyampaikan tuntutan dengan dukungan dari MSG, Benny Wenda, yang dulu pernah ditangkap di Indonesia dan kini tinggal di Oxford, Inggris, bertemu dengan beberapa anggota parlemen Inggris untuk meminta dukungan. Masalah Papua sudah final.
INGE KLARA | BBC