TEMPO.CO, Yangon - Ketika perahu penuh muatan kerikil bersandar dan beberapa awak membongkar muatan itu di dermaga di Yangon, Myanmar, Than Aung Htet Myat, bocah berusia 14 tahun, dengan sigap memasukkan kerikil ke keranjangnya hingga penuh dan membawanya ke truk yang telah menunggu.
Untuk setiap keranjang, seorang broker tenaga kerja akan memberikan anak itu tongkat yang ditempatkan dalam botol plastik, yang terikat di sabuknya. Saat jam kerja berakhir, ia menukar tongkat dengan uang. Jika mampu mengumpulkan 100 keranjang, bocah itu akan mendapat upah US $ 2,50 atau Rp 32.875.
Baca Juga:
"Saya memikul keranjang dengan batu sepanjang hari," kata Myat, yang telah bekerja di dermaga dalam 2 tahun terakhir. "Jika tidak ada perahu kerikil yang membongkar (muatan), saya membantu pengemudi bus sebagai kernet."
Seperti dilansir dari laman Reuters, Selasa, 19 April 2016, angka laporan sensus lapangan kerja yang diterbitkan bulan lalu menunjukkan satu dari lima anak di Myanmar berusia 10-17 tahun menghabiskan waktu untuk bekerja, bukan sekolah. Upaya pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi sejak 2011 dipercaya telah memicu lonjakan permintaan tenaga kerja.
Baca Juga: Presiden Myanmar Htin Kyaw Disambut Hangat Pemimpin Dunia
Setelah hampir 50 tahun Myanmar berada di bawah kekuasaan militer, Yangon dianggap telah menjadi sebuah situs konstruksi besar.
Selain kisah memilukan Than Aung Htet Myat, terdapat seorang janda, Than Win, beserta dua anak remajanya, yang mulai bekerja di dermaga setelah suaminya meninggal. Keluarga tersebut sekarang bergantung pada broker tenaga kerja yang meminjamkan uangnya dengan imbalan kerja nonstop ketika perahu tiba.
"Dia memberi kami tempat tinggal dan kami juga dapat mengambil uang dari dia ketika kami tidak punya pekerjaan," kata Than Win. "Kami tidak punya cara untuk menggantinya, jadi setiap kali dia meminta kami untuk bekerja, kami tidak bisa menolak."
Michael Slingsby, ahli kemiskinan perkotaan, mengatakan kisah yang dialami Than Than Win dan keluaganya adalah hal umum yang terjadi di daerah kumuh Yangon, tempat berkumpul orang-orang dari pedesaan, yang menganggap ekonomi di kota telah mengalami kemajuan pesat.
Simak: Wanita Transgender Ini Mengaku Diperkosa 2.000 Kali
"Orang-orang meminjam uang dari pemberi pinjaman dan untuk membayar utang, mereka mengirim anak-anak untuk bekerja," ujarnya.
May Win Myint, anggota senior Partai Aung Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), yang mengambil alih kekuasaan bulan ini, mengatakan penanganan terhadap persoalan tenaga kerja anak adalah salah satu tujuan partai.
"Jika kami tidak bisa memecahkan masalah ini, tidak akan ada pembangunan di negara kami karena mereka akan menjadi orang-orang yang melayani negara di masa depan," ucapnya. "Mereka perlu dididik untuk melakukan itu."
Untuk melakukannya, hal pertama yang harus dilakukan adalah melihat dan menegaskan kembali hukum perburuhan. Para ahli negara mengatakan aturan itu sangat terfragmentasi dan tidak pernah ditegakkan.
Hukum Myanmar melarang anak di bawah 13 tahun bekerja di toko-toko atau pabrik-pabrik. Remaja berusia 13 -15 tidak bisa bekerja lebih dari 4 jam sehari atau di malam hari. Tapi, dalam prakteknya, aturan itu secara luas dilanggar tanpa ada konsekuensi hukum bagi para pihak yang melanggar.
Baca: Arab Saudi Ancam Jual Aset Jika Kongres AS Loloskan UU 9/11
Selain konstruksi, pekerja anak paling sering terlihat bekerja di perhotelan dan menjadi pelayan restoran. Yang lain bekerja di tempat budi daya dan pengolahan ikan.
Di Pasar San Pya, Yangon, pasar ikan terbesar di negara itu, selama 2 hari pada Februari, Reuters menemukan seorang anak perempuan dan laki-laki berusia sekitar 9 tahun membersihkan dan mengolah ikan yang akan dimuat di kapal dan truk. Mereka bekerja selama 12 jam hingga tengah malam.
"Saya tidak ingin anak saya kerja semacam ini," kata Hla Myint, 56, yang anaknya ,15 , bekerja di pasar San Pya.
Berbicara dari gubuk bambu reot di tepi sungai, Hla Myint tidak menyebut banyak harapan bagi pemerintahan baru Suu Kyi. "Apa pun yang mereka katakan, yang akan mereka lakukan atau berikan kepada kami, itu tidak akan pernah terjadi di sini," ucapnya. "Saya tidak percaya pada perubahan."
REUTERS | MECHOS DE LAROCHA