TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi menegaskan pemerintah Indonesia saat ini memprioritaskan pada pembebasan 10 warga negara Indonesia, anak buah kapal yang disandera dalam perjalanan di Filipina.
Informasi penyanderaan tersebut pada awalnya diterima Kementerian Luar Negeri pada Senin, 28 Maret 2016.
Dari sejumlah pihak menyebut ada dua kapal berbendera Indonesia yang dibajak dan 10 WNI awak kapal yang disandera di perairan Filipina. Berdasarkan info awal itu, Kemlu melakukan penelusuran dan komunikasi dengan pemilik kapal serta sejumlah pihak di Indonesia dan Filipina.
“Benar bahwa telah terjadi pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batubara dan 10 orang awak kapal berkewarganegaraan Indonesia,” kata Retno kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 29 Maret 2016.
Menurut Menlu, saat pembajakan, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan. “Tidak diketahui persis kapan kapal dibajak. Pihak pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret 2016, pada saat menerima telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf,” kata Retno.
Retno menyatakan kapal Brahma 12 sudah dilepaskan dan sudah di tangan otoritas Filipina. Adapun kapal Anand 12 dan 10 orang awak kapal masih berada di tangan pembajak, namun belum diketahui persis lokasi dan posisinya.
Menlu mengungkapkan dalam komunikasi melalui telepon kepada perusahaan pemilik kapal, pembajak/penyandera menyampaikan tuntutan sejumlah uang tebusan. Pembajak sudah dua kali menghubungi pemilik kapal sejak 26 Maret lalu..
“Untuk menangani kasus ini, saya, Menlu RI terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina, termasuk berdialog langsung dengan Menlu Filipina,” kata Retno.
Retno juga menegaskan prioritas saat ini adalah keselamatan 10 WNI yang disandera. “ Kita akan bekerja keras dan berkoordinasi untuk menyelamatkan para sandera tersebut,” kata Menlu.
NATALIA SANTI