TEMPO.CO, Nusa Dua - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan antusiasme para peserta pertemuan tingkat menteri Bali Process ke-6 untuk berkontribusi mengatasi berbagai tantangan yang muncul akibat aliran imigran.
“Dari awal Bali Process memang sebuah forum untuk mencari konklusi antara negara anggota, terlebih negara yang terkait migrasi tersebut. Selama pertemuan, terlihat jelas semua negara ingin berkontribusi kapanpun mereka bisa,” kata Retno usai pertemuan yang digelar di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Rabu, 23 Maret 2016.
Semua delegasi yang hadir, kata Retno, saling bertukar pikiran dan ide untuk mencari penyelesaian isu migrasi. “Pertemuan sukses menghasilkan 2 dokumen, yaitu Co-Chair Statement dan Bali Declaration,”ujarnya. Co-Chairs Statement berisi semua hal yang dibahas dalam rangkaian Bali Process ke-6, sedangkan Bali Declaration, atau lengkapnya Bali Declaration of People Smuggling, Trafficking in Person and Related Transnational Crime, merefleksikan komitmen negara anggota dan langkah konkret ke depan.
Kata Retno, kedua dokumen sepenuhnya didukung oleh semua pihak, termasuk negara pengamat (observer), juga perwakilan organisasi internasional. Dia sempat mengulas kembali kesulitan Pemerintah Indonesia saat didatangi pengungsi Myanmar dari Laut Andaman, Mei 2015 lalu. “Dalam konteks Bali Process, kita tak bisa berbuat apa-apa, kita bisa merespon situasi darurat.”
Retno mengaku senang, karena sekarang Bali Process memiliki mekanisme konsultatif regional. “Jadi, saat diperlukan, kami (ketua bersama, terdiri atas Indonesia dan Australia) akan meminta komite di level pejabat tinggi negara anggota Bali Process untuk berdiskusi mengenai situasi yang terjadi,” ujarnya.
Menlu Australia Julie Bishop menyampaikan pentingnya Bali Process bagi wilayah yang menghadapi isu migrasi tak merata. “Kasus penyelundupan dan perdagangan manusia akibat migrasi memberi efek global,” ujarnya, Rabu.
Australia, menurut Bishop, akan bekerja dengan negara lain secara kolektif. “Hari ini, semua anggota Bali Process menandatangani agenda ambisius. Deklarasi Bali adalah langkah penting menjawab tantangan global, khususnya irregular migration.”
Bishop menekankan bahwa keamanan dan perlindungan korban sangat penting. “Negara didorong untuk berani mengatasi krisis ini,” ujarnya.
Disampaikan pula bahwa Bali Process Keenam ini melibatkan 303 delegasi, termasuk 16 menteri dari 44 negara. Terdapat 12 negara pengamat dan 8 perwakilan organisasi internasional. Menteri yang datang berasal dari Indonesia, Australia (dua menteri), Fiji, Yordania, Malaysia, Maladewa, Republik Nauru, Belanda, Selandia Baru, Papua Nugini, Kepulauan Salomon, Sri Lanka, Timor Leste, Tonga. Terdapat seorang menteri yang mewakili International Organization for Migration (IOM).
YOHANES PASKALIS