TEMPO.CO, Fountain Hills - Selama berbulan-bulan, kampanye Donald Trump di sejumlah kota mengundang banyak protes. Dalam beberapa pekan terakhir, jumlah dan intensitasnya meningkat. Beberapa tindak kekerasan terjadi dalam keriuhan tersebut.
Dalam kampanye di Fayetteville, New York, pendukung Trump ditahan polisi karena memukul warga yang tidak mendukung kandidat calon Presiden Amerika dari Partai Republik ini. Di St Louis, 32 pendemo ditahan di Peabody Opera House saat mereka, yang memprotes Trump, mengganggu jalannya kampanye sebanyak delapan kali.
Trump bahkan membatalkan kampanye di University of Illinois di Chicago karena lokasi reli dipenuhi warga yang protes dan melakukan kekerasan terhadap pendukung kandidat tersebut. Saat reli di Tucson Convention Center, pendemo memblokir pintu masuk Tucson Convention Center. Mereka meneriakkan “Shut it down!” dan mencegah pendukung Trump memasuki lokasi reli Trump.
Di New York, warga yang memprotes Trump mengincar dua aset Trump di Manhattan. Terdapat laporan bahwa polisi menggunakan gas air mata untuk menghalau warga mendekati Trump Tower di Fifth Avenue.
Sebelumnya, institusi perbankan dan investasi Amerika Serikat, J.P. Morgan, mengadakan survei yang membahas sejumlah kekhawatiran investor dunia saat ini. Dari enam hal yang tersorot dalam survei yang diikuti 257 responden itu, ada nama Donald Trump, yang menggentari para investor karena langkah mulusnya dalam pemilihan Presiden Amerika.
Dilansir dari laman Business Insider, Rabu lalu, Trump masuk empat masalah utama yang dikhawatirkan pelaku ekonomi, yang sebagian besar berasal dari Inggris dan negara Eropa lainnya. Prospek kepresidenan Trump dianggap berbahaya dan akan mengganggu kestabilan ekonomi. Dibandingkan isu ketidakseimbangan pasar minyak dunia, juga ketegangan militer sejumlah negara besar karena ulah Korea Utara, para investor lebih khawatir jika Trump berhasil menjadi presiden negara adikuasa itu.
Dalam survei yang dilaksanakan pada 10 Maret 2016 tersebut, lebih dari seperempat responden mempermasalahkan dampak lesunya pertumbuhan ekonomi Cina terhadap pasar global. Dengan menyita 25,9 persen responden, isu ini memuncaki survei.
Tak jauh di bawahnya, sebanyak 24,7 persen investor terbebani oleh krisis pengungsi yang hijrah massal ke Eropa akibat konflik di Timur Tengah. Sedangkan di tempat ketiga, dengan 23,5 persen, adalah soal kemungkinan hengkangnya Inggris dari forum kerja sama Uni Eropa.
Sebelumnya, lembaga riset yang berpusat di Inggris, Unit Intelijen Ekonomi (EUI), juga menyebut Trump sebagai ancaman bagi dunia jika resmi terpilih menjadi Presiden Amerika. Menurut EUI, Trump bisa memicu perang perdagangan karena visi-misinya yang kontroversial.
"Dia (Trump) menolak sistem perdagangan bebas, termasuk NAFTA (Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara) dan berulang kali melabeli Cina sebagai pemutar balik mata uang," demikian pernyataan EIU, dikutip dari BBC, Kamis, 17 Maret 2016.
THE WASHINGTON POST | BUSINESS INSIDER | BBC | VINDRY FLORENTIN | YOHANES PASKALIS