TEMPO.CO, Berlin- Seorang wanita berusia 21 tahun di Jerman ditembak mati setelah menolak menikah dengan sepupunya. Hal tersebut diungkap oleh ayah dari wanita keturunan Kurdi tersebut pada akun Facebook miliknya.
Ayah korban, Ghazi H, 50 tahun, memposting foto putrinya yang dikenal sebagai Shilan tengah terbaring kaku dengan tubuh bersimbah darah dan disertakan tulisan untuk menuntut keadilan.
"Dengan duka yang mendalam dari rasa sakit akan kehilangan, saya mengumumkan meninggalnya putri saya," kata Ghazi, seperti yang dilansir Telegraph pada 17 Maret 2016. "Dia meninggal dalam genangan darahnya sendiri, sebagai korban dari adat istiadat yang berbahaya."
Ghazi mengatakan bahwa kedua saudaranya yang diidentifikasi sebagai Numan H dan Hassan H mencoba untuk memaksa pernikahan antara Shilan dan sepupunya Sefin,22 tahun. Namun dia dan anaknya lantas menolaknya, mengingat masih adanya ikatan darah yang cukup rapat.
Saat Ghazi di Irak untuk bekerja, kedua saudaranya tersebut lantas mengatur upacara pernikahan yang dipaksa itu secara diam-diam.
Shilan yang merupakan seorang lulusan perguruan tinggi di bidang manajemen lalu menelpon ayahnya untuk membatalkan pernikahan tersebut karena tidak mencinta Sefin. Ghazi pun setuju dengan permintaan anaknya dan langsung pulang ke Hanover, Jerman guna mengingatkan Numan dan Hassan untuk menjauhi anaknya.
Tidak terima dengan keputusan Ghazi, Sefin lantas menaruh amarah dan dendam atas penolakan yang dianggapnya mencederai kehormatan keluarganya.
Sefin lantas menyambangi rumah Shilan dan langsung menghujam tiga timah panas ke kepala sepupunya tersebut pada 13 Maret 2016 lalu, sekitar pukul 10 malam waktu setempat.
Ghazi yang mengungsi dari Irak ke Jerman saat putrinya masih berusia tiga tahun lantas meminta keadilan agar pelaku pembunuhan anaknya mendapat ganjaran yang setimpal.
Namun pembunuh keji tersebut belum ditangkap pihak yang berwenang di Jerman, meskipun senjata yang digunakan untuk menghabisi nyawa perempuan tak berdosa tersebut telah ditemukan.
TELEGRAPH|METRO.CO.UK|YON DEMA