TEMPO.CO, Teheran - Uji coba peluru kendali balistik yang dilakukan Teheran baru-baru ini tidak melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bukan aktivitas ilegal. Keterangan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, Selasa, 15 Maret 2016, untuk menjawab isu yang disampaikan pejabat Australia.
Dewan Keamanan PBB melakukan pertemuan pada Senin, 14 Maret 2016, atas permintaan Amerika Serikat guna mendiskusikan uji coba misil nuklir dan kemungkinan diberlakukannya sanksi baru untuk Iran.
Namun Zarif menjelaskan, di bawah Resolusi 2231, berdasarkan kesepakatan dengan negara-negara superkuat tahun lalu, Iran dinyatakan berhak melakukan uji coba nuklir. Dia mengatakan kalimat dalam resolusi itu tidak menggunakan kata wajib, "Sehingga Iran tidak wajib tunduk pada resolusi tersebut."
Zarif melanjutkan, "Uji coba ini untuk mengetahui kemampuan misil pembawa hulu ledak nuklir," ucapnya di depan wartawan di Canberra.
Iran menembakkan dua misil balistik jarak jauh pada 9 Maret 2016, sehari setelah uji coba yang sama lebih-kurang dua bulan lalu, setelah Iran menerapkan kesepakatan nuklir dengan negara-negara superkuat.
"Uji coba misil ini hanya untuk mengembangkan kemampuan pertahanan Iran," ucapnya.
Hampir semua sanksi yang dikenakan terhadap Teheran telah dicabut PBB, kecuali embargo senjata dan pelarangan uji coba balistik.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan ia sengaja memunculkan pertanyaan terhadap sejawatnya dari Iran mengenai uji coba nuklir dan mereka telah secara detail mendiskusikannya.
AL ARABIYA | CHOIRUL AMINUDDIN