TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Armanatha Nasir mengatakan Pemerintah Indonesia tidak bisa menolak kehadiran Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa Kelima Organisasi Kerja Sama Islam di Jakarta.
Status Sudan yang anggota OKI membuatnya harus diundang dalam KTT OKI. “Terkait Sudan, ini adalah pertemuan OKI, jadi semua anggota diundang,” kata Armanatha saat ditemui di Jakarta Convention Center, Senin, 7 Maret 2016.
Sebagai anggota, Sudan menerima dua undangan, pertama dari Sekretaris Jenderal OKI Iyad Ameen Madani dan undangan dari Presiden Joko Widodo kepada tiap kepala negara anggota.
Baca: Amerika Serikat Prihatin Panitia KTT OKI Loloskan Penjahat Perang
Armanatha menuturkan OKI sama seperti pertemuan internasional lainnya yang tidak bisa memilih peserta yang akan diundang. Keputusan hadir atau tidak tetap berada di tangan negara tersebut. Ia menambahkan bila Sudan tidak diundang, maka pertemuan kali ini tidak bisa disebut sebagai Konferensi Tingkat Tinggi.
Baca Juga:
“Semua negara anggota OKI yang sah kami undang untuk hadir. Tidak bisa disebut pertemuan OKI kalau yang diundang cuma sepertiga atau 90 persen,” ujar Armanatha.
Terkait Presiden Bashir yang dituntut Mahkamah Pidana International (ICC) atas kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida, Armanatha mengatakan Indonesia bukan negara anggota ICC. Sehingga tidak berada dalam posisi yang dituduhkan oleh ICC.
Armanatha menambahkan, Indonesia tidak bisa mengekstradisi Bashir. Undang-undang Indonesia mengatur ekstradisi hanya dilakukan dengan negara yang memiliki perjanjian. Alasan lainnya ialah Indonesia merupakan non-anggota ICC.
AHMAD FAIZ