TEMPO.CO, Teheran – Presiden Iran Hassan Rouhani berpeluang memenangkan pemungutan suara dengan dukungan dari kelompok moderat berdasarkan hasil perhitungan pada awal Sabtu, 27 Februari 2016.
Sehari sebelumnya, puluhan juta orang memadati tempat pemungutan suara (TPS) imtil untuk memberikan suara guna mengisi 290 kursi parlemen dan 88 majelis yang memiliki otoritas tertinggi negara itu.
Penghitungan awal terhadap 1,5 juta orang di Teheran, menurut Kementerian Dalam Negeri Iran menunjukkan Rouhani dan sekutunya, mantan presiden Akbar Hashemi Rafsanjani, memimpin perolehan suara sementara untuk majelis ahli.
Baca juga: Kaum Reformis dan Moderat Unggul di Pemilu Iran
Kelompok reformis dan moderat bersiap melawan kelompok garis keras Islam di parlemen. Para analis melihat ini sebagai titik balik Iran yang 60 persen dari 80 juta penduduk berusia di bawah 30 tahun. Pemilu ini adalah yang pertama sejak kesepakatan nuklir yang berimbas pada sanksi ekonomi terhadap Iran dan merusak perekonomian tersebut beberapa dekade terakhir.
Tiga anggota kelompok garis keras menerima skor yang lebih rendah: Ahmad Jannati berada di urutan ke-10, Mohammad Yazdi di urutan ke-12, dan Mohammad-Taghi Mesbah-Yazdi di tempat ke-16.
Analis memperkirakan keberadaan kaum reformis menjadi mayoritas di legislatif Iran, yang sejak 2004 didominasi kaum konservatif. Penghitungan Reuters, berdasarkan hasil resminya, kubu pro-Rouhani dan sekutu independen memimpin dalam pemilihan parlemen. Beberapa konservatif moderat, termasuk Ali Larijani, juga mendukung Rouhani.
Baca juga: Hillary Clinton Menang di South Carolina
Hasilnya dari 61 kursi menyatakan, 18 kursi diperoleh kaum garis keras, 17 kursi untuk reformis, 12 kursi untuk kelompok independen, dan 14 akan diputuskan di-run-off pada akhir April. Musababnya, belum ada calon yang memenangkan 25 persen dari suara yang diperlukan.
Menteri Dalam Negeri Abdolreza Rahmani Fazli mengatakan untuk 30 kursi parlemen Iran akan diumumkan pada Sabtu malam. Kamu konservatif biasanya menang di perdesaan, sementara untuk kaum muda di perkotaan cenderung memilih kandidat moderat.
Ayatollah Akbar Hashemi Rafsanjani, 81 tahun, pemimpin terkemuka sejak revolusi Islam Iran 1979, menyerukan persatuan nasional pasca-pemilu. "Kompetisi ini berakhir dan fase persatuan dan kerja sama telah tiba," kata Rasjanjani seperti dilansir kantor berita negara IRNA. Ditanyakan oleh Reuters pada Jumat, apa yang akan terjadi jika reformis tidak menang, ia berkata: "Ini akan menjadi kerugian besar bagi bangsa Iran."
Baca juga: Laut Cina Selatan Memanas, Jepang Pasok Senjata ke Filipina
Rafsanjani merupakan sekutu Rouhani dalam pemilu Iran. Keduanya merupakan tokoh pembaruan Iran yang berpengaruh di Majelis Pakar. Anggota Majelis Pakar dipilih setiap delapan tahun sekali, sedangkan anggota parlemen dipilih empat tahun sekali.
Saeed Leylaz, seorang analis politik dan ekonom yang menjabat sebagai penasihat mantan Presiden Mohammad Khatami, mengatakan indikasi awal berada di luar harapan reformis. "Sepertinya jumlah calon yang berasal dari reformis dan kelompok independen akan menjadi mayoritas di parlemen dan saya berharap bahwa parlemen baru akan sempurna bagi kami," katanya kepada Reuters.
DAILY TIMES | ARKHELAUS