TEMPO.CO, Beorut - Libanon bersumpah tetap mendukung negara-negara Arab dan mempertahankan identitasnya. Hal tersebut disampaikan kepada publik beberapa hari setelah Arab Saudi memutuskan menghentikan bantuan US$ 4 juta atau setara dengan Rp 54 triliun (kurs Rp 13.388) untuk pasukan keamanan Libanon terkait dengan perselisihan politik.
Perdana Menteri Libanon Tammam Salam pada Senin, 22 Februari 2016, mengatakan Libanon harus tetap memelihara hubungan baik dengan Arab Saudi. Negara-negara Arab juga harus bersatu padu menghadapi rintangan.
"Libanon tidak akan melupakan peran Arab Saudi dalam membantu membangun kembali negara yang terkoyak akibat perang saudara pada 1975-1990," kata Salam seusai sidang kabinet.
Sebelumnya, pada Senin, 22 Februari 2016, bekas Perdana Menteri, Saad Hariri, menyatakan loyalitasnya terhadap Kerajaan Arab Saudi. "Kesetiaan terhadap kerajaan berarti kesetiaan kepada Libanon dan menyinggung Kerajaan berarti menyinggung Libanon," ucapnya pada sebuah pertemuan yang dihadiri para politisi, wartawan, dan pengusaha.
"Kami tegaskan kepada Kerajaan Arab Saudi dan para pemimpin negara-negara Arab, suara-suara nakal yang menyerang Anda bukanlah atas nama Libanon dan Libanon tidak mewakili mereka. Ini adalah suara yang berbalik melawan Arabisme dan menarik diri dari konsensus nasional. Kami tidak akan memberikan peluang kepada mereka untuk merebut kekuasaan di Republik Libanon."
Pada Jumat, 19 Februari2016, Arab Saudi mengatakan negaranya menghentikan program bantuan militer terkait dengan kegagalan Libanon mendukung Kerajaan menghadapi permusuhan politik dengan Iran.
Selanjutnya, Saudi mengumumkan membatalkan dua kesepakatan, satu untuk bantuan US$ 3 miliar (Rp 40 triliun) guna program perangkat keras militer dan US$ 1 miliar (Rp 14 triliun) untuk bantuan kepolisian Libanon.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN