TEMPO.CO, Ankara - Partai-partai oposisi Turki menuding dinas intelijen Turki dan badan keamanan negara tak mampu menghentikan gelombang serangan mematikan di Turki. Terakhir, sebuah bom mobil meledak di Ibu Kota Turki, Ankara, pada Rabu, 17 Februari 2016, yang menewaskan 28 orang. Mereka mendesak pemerintah Turki mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghindari insiden yang sama di masa datang.
"Saya hanya dapat mengatakan satu hal: pemerintah Turki tidak layak memerintah," kata Ketua Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu kepada wartawan setelah mengunjungi keluarga korban. "Turki kembali berlumuran darah."
Wakil ketua CHP di parlemen, Ozgur Ozel, juga menuding dinas intelijen gagal melaksanakan tugasnya. "Di jantung negara, di Ankara, jika bom meledak di depan bus pengangkut personel militer, bila unjuk rasa partai politik tidak mendapatkan pengamanan, maka cara pemerintah memerintah negeri ini perlu dipertanyakan," ujar Ozel kepada wartawan dalam acara konferensi pers.
"Seseorang harus bertanggung jawab atas insiden ini," tuturnya, seraya mengatakan bahwa yang paling bertanggung jawab adalah Perda Menteri, Menteri Pertahanan, dan Menteri Dalam Negeri. "Mereka harus menjaga keamanan rakyat Turki."
"Ini adalah kelemahan intelijen yang dipertontonkan oleh pihak keamanan kita. Jika penyerang bisa diatasi, mereka tidak akan mungkin sanggup mendekati bus," tutur rekan Ozel di parlemen yang juga seorang bekas perwira militer, Dursin Cicek.
HURRIYET DAILY NEWS | CHOIRUL AMINUDDIN