TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menilai, komitmen sepuluh kepala negara ASEAN yang bertemu di Sunnylands, California, hanya retorika belaka sepanjang tidak diikuti langkah nyata untuk memperbaiki kondisi hak asasi manusia (HAM).
"Buktinya, hingga saat ini, Laos, Kamboja, dan Vietnam masih menunjukkan jati dirinya sebagai negara yang otoriter dan jelas bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi," kata Wahyudi Djafar, Deputi Direktur PSDHAM Elsam, dalam siaran persnya, Jumat, 19 Februari 2016.
Pada 15-16 Februari 2016, sepuluh kepala negara ASEAN bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Barrack Obama di California. Mereka sepakat membuat Sunnylands Declaration (Deklarasi Sunnylands), yang memuat 17 butir komitmen, termasuk di dalamnya komitmen terhadap hak asasi manusia dan kebebasan sipil.
Salah satu komitmen yang dideklarasikan adalah menjamin kesempatan kepada semua orang melalui penguatan demokrasi, pemerintahan yang baik dan kepatuhan terhadap ketentuan hukum, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia (HAM), serta kebebasan fundamental. Lalu, mendorong promosi toleransi dan moderasi serta perlindungan lingkungan hidup.
Elsam menyebut , aspek pemajuan dan perlindungan HAM serta kebebasan fundamental nyatanya tidak diikuti dengan penguatan mandat terhadap ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR).
Hal itu khususnya merujuk pada kewenangan AICHR untuk dapat menerima permohonan komplain terhadap dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Asia Tenggara, selain masih lemahnya partisipasi gerakan masyarakat sipil untuk penguatan HAM di Laos, Kamboja, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Tidak hanya itu, masih eksisnya praktek hukuman mati di sejumlah negara di ASEAN, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam, kembali menegasi komitmen perlindungan HAM itu sendiri.
Elsam juga mempertanyakan komitmen negara-negara ASEAN untuk mendorong toleransi. Praktek di Malaysia yang melarang penggunaan kata “Allah” untuk penganut agama lain; kemudian masih terjadinya kekerasan komunal antara ekstremis Budha dengan penganut Muslim, utamanya Rohingya, di Myanmar.
Kasus di Indonesia adalah intimidasi dan diskriminasi terhadap penganut Ahmadiyah dan pelarangan perayaan Hari Natal oleh Sultan Brunei Darussalam. "Masih tingginya praktek intoleran antarumat beragama seperti ini justru bertentangan dengan komitmen yang telah disepakati."
Elsam menyoroti komitmen yang tertuang dalam butir sepuluh untuk mendorong secara kuat penyelesaian permasalahan global, seperti terorisme dan ekstremis kekerasan, perdagangan manusia, perdagangan narkoba, dan penangkapan ikan secara ilegal--tidak terdaftar dan tidak diatur--serta perdagangan gelap satwa liar dan kayu.
Elsam mengapresiasi gagasan Presiden Joko Widodo yang pada pertemuan di Sunnylands ini menyampaikan narasi kampanyenya berjudul “Inisiatif Digital Indonesia: Memberdayakan Pemimpin Damai”.
Inisiatif ini menekankan pentingnya media sosial untuk merespons gerakan terorisme dan radikalisme. Dengan dukungan besar dari AS untuk mengentaskan pergerakan terorisme di Asia Tenggara, diharapkan komitmen ini dapat memperkuat kerja sama kedua belah pihak ke depannya.
Sementara itu, dalam aspek perdagangan manusia, hal ini masih tetap menjadi masalah yang terus menjerat negara-negara anggota ASEAN. Indonesia, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam, contohnya. Di negara-negara tersebut, praktek perdagangan buruh migran ilegal masih terjadi.
Begitu pula di Malaysia, Filipina, dan Thailand yang memperlihatkan masih besarnya kasus perdagangan seks. Hal ini memerlukan upaya yang cukup besar dan nyata bagi pemimpin negara-negara di Asia Tenggara dalam mengatasi hal tersebut dengan melibatkan semua pihak, termasuk LSM.
Lembaga Elsam juga menyoroti komitmen butir 12 yang mempromosikan keamanan dan stabilitas di dunia maya sesuai dengan norma-norma perilaku negara yang bertanggung jawab.
Menurut Elsam, dalam pelaksanaannya, komitmen butir ini harus sepenuhnya sejalan dengan deklarasi butir empat untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia guna menghindari ketegangan antara kebutuhan keamanan dan hak asasi manusia.
Artinya, dalam memastikan keamanan dan stabilitas dunia maya, harus sepenuhnya mengacu pada prinsip-prinsip kebebasan berekspresi dan hak atas privasi. Dengan alasan keamanan, kata Wahyudi, tidak kemudian dibenarkan untuk mengesampingkan pelaksanaan hak kebebasan ekspresi atau melakukan intervensi terhadap privasi semena-mena, baik dalam bentuk surveillance maupun kontrol atas data.
Dengan lahirnya Deklarasi Sunnylands ini, Elsam berharap komitmen promosi dan perlindungan HAM yang telah dijamin di dalamnya dapat menjadi acuan untuk perbaikan kondisi penegakan hak asasi ke depan.
Hal tersebut termasuk menyelesaikan segala macam bentuk pelanggaran HAM yang telah dan terus terjadi di kawasan Asia Tenggara, yang tidak sekedar menjadi suatu hal retorik.
UWD