TEMPO.CO, Tel Aviv - Polisi perbatasan Israel membebaskan Kepala Biro Washington Post dan koleganya dari Palestina setelah ditahan saat mereka melakukan wawancara di dekat daerah pendudukan Kota Tua, Yerusalem Timur.
"William Booth dan koresponden koran tersebut di Tepi Barat, Sufian Taha, diambil untuk dibawa ke kantor polisi dan ditahan selama 40 menit sebelum dibebaskan," tulis Asosiasi Koresponden Asing (FPA) dalam sebuah pernyataan.
Juru bicara Menteri Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahson, mengatakan Kementerian menyesalkan insiden itu dan memuji Booth sebagai seorang jurnalis jempolan. "Kementerian akan meminta polisi mengklarifikasi insiden tersebut," kata Nahson.
FPA mengatakan penahanan mereka berlangsung dalam konteks "taktik tangkap tangan", termasuk kekerasan yang dilakukan oleh polisi perbatasan terhadap jurnalis asing dan rekan Palestinanya ketika sedang meliput kerusuhan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
"Booth dan Taha ditangkap polisi ketika sedang wawancara dengan warga Palestina dan Israel di Gerbang Damaskus, di daerah pendudukan Yerusalem Timur," tutur FPA.
Juru bicara polisi Israel, Luba Samri, menjelaskan, dua jurnalis tersebut ditahan setelah seorang warga mengeluh kepada polisi. Dia melihat beberapa orang menghasut pemuda Palestina melakukan kekerasan.
"Ketika polisi melakukan klarifikasi, tidak ditemukan dugaan aktivitas jahat sehingga petugas yang melakukan penyelidikan segera membebaskan keduanya," kata Samri.
Ofir Gendleman, juru bicara partai sayap kanan pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mem-posting pernyataan melalui aku Twitter, "Israel tidak menahan jurnalis. Pekerja pers bebas bertugas di sini."
Yousef Munayyer, Direktur Eksekutif US Campaign to End the Israeli Occupation, mengatakan jurnalis Palestina Muhammad al-Qeed baru-baru ini dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya memprihatinkan. Dia mogok makan melawan penahanannya selama berbulan-bulan tanpa melalui proses peradilan.
Setelah jurnalis Amerika dibebaskan, Selasa, 16 Februari 2016, Kantor Pers Pemerintah Israel (GPO) juga memberikan tanggapan atas insiden tersebut.
"Kebebasan pers adalah sebuah nilai agung dalam demokrasi bangsa Israel," kata Direktur GPO, Nitzan Chen, sebagaimana ditulis The Times of Israel. "Israel telah melakukan hal terbaik bagi jurnalis asing untuk melakukan pekerjaannya secara bebas, tanpa tekanan."
Ruth Eglas, seorang warga Yerusalem, yang bekerja sebagai koresponden Washington Post, mengkritik polisi yang menahan koleganya melalui aku Twitter. "Dalam sebuah demokrasi, jurnalis melakukan pekerjaannya mendapatkan pelecehan, dituding menghasut."
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN