TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo pagi ini mengikuti sesi kedua Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN-Amerika Serikat di Sunnylands, California. Pada sesi ini, semua kepala negara yang hadir bertemu dengan Chief Executive Officer Microsoft Satya Nadella, CEO IBM Ginni Rometty, dan CEO CISCO Chuck Robbins.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang hadir dalam pertemuan itu mengatakan ketiga CEO itu membahas isu inovasi dan entrepreneurship. Ketiga CEO pun menekankan pentingnya kemitraan pemerintah dengan swasta dalam bentuk Public Private Partnership, termasuk pentingnya regulatory environment.
BACA: KTT AS-ASEAN: Obama Kenang Masa Kecil di Jakarta
"Mereka menekankan pentingnya penggunaan teknologi sebagai lompatan bagi pemerintah sehingga dapat melayani masyarakat dengan lebih baik serta dapat meningkatkan perekonomian," kata Retno, seperti yang dikutip dari rilis Tim Komunikasi Presiden, Selasa, 16 Februari 2016.
Dalam sesi tersebut, Presiden Barack Hussein Obama menilai teknologi harus dapat mendukung pengembangan usaha kecil, menengah, dan mikro (UMKM). Teknologi, kata dia, juga harus menekan kesenjangan pembangunan. Obama mengatakan teknologi harus bermanfaat bagi rakyat.
Baca Juga:
BACA: KTT AS-ASEAN: Obama Sambut Kepala Negara di Sunnylands
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana mengatakan Indonesia memiliki potensi besar di bidang ekonomi digital. Pada 2014, tercatat transaksi e-commerce Indonesia US$ 12 miliar, naik signifikan dari 2013 yang berada pada posisi US$ 8 miliar. Tahun ini, transaksi diprediksi mencapai US$ 24,6 miliar.
Simak: Liputan Jokowi ke Amerika
Ari mengatakan Indonesia memiliki aset untuk mendongkrak industri digital. Aset itu antara lain jumlah kelas menengah yang terus meningkat dan akses yang lebih besar terhadap teknologi. "Ratusan start-up tumbuh dalam beberapa tahun terakhir dan terus berkembang," katanya.
BACA: Ke Amerika, Jokowi: Tidak Ada Urusannya dengan TPP
Indonesia juga telah meluncurkan peta jalan e-commerce nasional dengan nilai US$ 130 miliar dan menciptakan 1.000 tecnopreneurs dengan nilai bisnis US$ 10 miliar atau Rp 130 triliun pada 2020. "Ini adalah langkah besar untuk mendorong inovasi teknologi sehingga bermanfaat bagi rakyat," ucap Ari.
ANANDA TERESIA