TEMPO.CO, Bangkok - Kelompok peretas 'Blink Hacker Grup', membocorkan file data yang dicuri dari website penjara Thailand pada 3 Februari 2016. Ini sebagai bentuk protes atas hukuman mati yang dijatuhi pada dua warga Myanmar karena dituduh membunuh dua wisatawan Inggris di Koh Tao pada 2014.
Win Zaw Htun dan Zaw Lin dijatuhi hukuman mati pada Desember tahun lalu karena membunuh wisatawan Inggris, Hannah Witheridge dan David Miller.
Mengidentikan diri mereka dengan Anonymous, kelompok peretas ini mengaku telah memperoleh database penjara ketika mereka menyerang 20 situs penjara Thailand pada Kamis lalu. Mereka membeberkan data bahwa Htun dan Lin , keduanya 22 tahun, telah dianiaya, dibelenggu dan dikurung dalam sel 24 jam sehari.
Sebanyak 19 dari 20 situs penjara yang diserang sejak pekan lalu tidak dapat diakses. Kelompok peretas mengklaim situs tidak bisa dipulihkan karena otoritas penjara tidak membuat backup dari database yang dicuri.
Mereka juga mengejek petugas penjara. "Apakah mereka sibuk merokok ?, tidak ada backup database LOL," tulis mereka seperti dikutip dari laman Asian Correspondent, 4 Februari 2016.
Setelah sukses mretas, Anyonymous mengatakan akan mengembalikan database yang dicuri. Database itu berisikan informasi tentang antara lain, jumlah narapidana yang telah melarikan diri dan masih buron. "Kami mengawasi Anda, ini baru permulaan," tulis Anonymous di akhir pernyataannya yang menyiratkan kemungkinan akan ada serangan baru.
Kelompok peretas menyerang situs pemerintah Thailand sebanyak tiga kali tahun ini untuk memprotes hukuman mati dua warga Myanmar yang mereka klaim dijadikan kambing hitam.
Serangan pertama terjadi pada 5 Januari 2016 dan menargetkan situs yang berafiliasi dengan kepolisian. Selanjutnya, para peretas menyerang situs pengadilan pada 13 Januari 2016. Dan yang terbaru, peretas mencuri database dari situs penjara.
ASIAN CORRESPONDENT | MECHOS DE LAROCHA