TEMPO.CO, Dhaka - Pengadilan kejahatan perang Bangladesh menjatuhkan hukuman mati kepada dua tokoh prakemerdekaan, Obaidul Haque, 66 tahun, dan Ataur Rahman, 62 tahun, Selasa, 2 Februari 2016. Menurut pengacaranya, kedua tokoh ini didakwa melakukan kejahatan perang pada konflik 1971.
"Keduanya didakwa membunuh tujuh orang dan memerkosa seorang perempuan di sebelah utara distrik Natrokona, serta menyiksa enam orang lainnya hingga tewas," ujar pengacaranya.
Untuk mengadili kedua tersangka, pengadilan menghadirkan 23 orang saksi. Mereka diminta memberi keterangan mengenai perbuatan yang pernah dilakukan oleh tersangka sejak tahun lalu.
Pengadilan sejauh ini menyeret sekitar 20 orang, yang diduga terlibat dalam kejahatan di masa prakemerdekaan di Pakistan Timur, sebuah wilayah yang selanjutnya menjadi Bangladesh.
"Kami merasa puas dengan keputusan hakim," kata Jaksa Mokhlesur Rahman Badal kepada Al Jazeera. Ziad al-Malum, jaksa lainnya, menambahkan, "Keputusan pengadilan membuat semuanya jelas bahwa sudah tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan atas tewasnya tiga juta martir yang berjuang demi kemerdekaan bangsa kami."
Di depan majelis hakim, Rahman menuding seluruh saksi yang dihadirkan di pengadilan adalah anggota angkatan bersenjata. "Kami akan mengajukan kasasi atas keputusan hakim ke Mahkamah Agung dan berharap klien kami diputuskan tidak bersalah," kata Gazi Tamim, pengacara terdakwa, setelah keputusan hakim kepada wartawan.
Sebanyak 24 orang saat ini diseret ke pengadilan internasional kejahatan perang. Hampir semuanya adalah tokoh senior Jamaat-e-Islami, partai Islam terbesar di Bangladesh. Tiga pemimpin Jamaat telah dieksekusi bersama seorang tokoh senior partai oposisi, Partai Nasionalis Bangladesh (BNP).
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN