TEMPO.CO, Baghdad -Perempuan-perempuan korban perbudakan seks kelompok ekstrimis Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah melarikan diri. Secara berani, perempuan-perempuan itu kemudian memberikan kesaksian tentang pengalaman buruk mereka dijadikan budak seks oleh ISIS.
Luna kepada Human Rights Watch menjelaskan, dirinya telah dijual sebanyak empat kali sebagai budak seks setelah milisi ISIS menangkapnya. Luna diperkosa oleh "pemilik dirinya" sebelum dijual.
Namun penegak hukum di Irak tak sepenuhnya menerima pengakuan perempuan-perempuan korban perbudakan seks itu. Malah pengadilan di Irak memerintahkan perempuan-perempuan pemberani ini melakukan uji keperawanan untuk membuktikan kesaksian mereka.
Tes keperawanan, seperti diberitakan Mirror.co.uk, 1 Februari 2016 , menuai protes dari sejumlah organisasi hak asasi manusia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengutuk tes keperawanan. "Tiada tempat untuk tes keperawanan," tegas WHO dalam pernyataannya.
Menurut sejumlah ahli, tes keperawanan itu menyedihkan dan menimbulkan masalah psikologis bagi korban. "Tidak menghasilkan validasi ilmiah."
Human Rights Watch menemukan ratusan perempuan telah menjadi korban tes keperawanan ini yang diputuskan oleh pengadilan di Irak.
Menanggapi kritik menolak tes keperawanan, hakim di Irak, Ayman Bamerny, yang memimpin investigasi terhadap ISIS dan berbagai kejahatan perangnya, malah menekankan bahwa tes keperawanan itu diperlukan.
Sekitar 3.500 perempuan dan anak-anak di Irak dan Suriah telah diculik dan ditangkap oleh ISIS dan dijadikan budak seks.
MIRROR | MARIA RITA