TEMPO.CO, Naypyidaw - Setelah 50 tahun dalam cengkeraman rezim junta militer, Myanmar hari ini memasuki era baru yang lebih demokratis. Ini ditandai dengan rapat parlemen pertama hasil pemilihan presiden yang diklaim paling demokratis.
Ketua partai politik pemenang pemilu Myanmar, National League for Democracy (NLD), Aung San Suu Kyi, hadir untuk pertama kalinya di gedung parlemen hari ini, Senin, 1 Februari 2016.
Seperti diberitakan The Guardian, ratusan anggota parlemen NLD, yang di antaranya terdiri atas mantan tahanan politik, memenuhi kursi parlemen. Seperempat kursi lainnya dikuasai oleh militer yang memiliki hak veto.
Suu Kyi, dengan balutan pakaian tradisional Burma dan rambut dihiasi bunga, memasuki ruangan tanpa memberikan pernyataan pers kepada jurnalis yang menunggunya.
Ungkapan kemenangan mengalir dari para politikus pendukung Suu Kyi. "Ini kedua kali saya terpilih. Namun saat ini terasa berbeda karena NLD menjadi mayoritas. Ini mayoritas yang luar biasa. Kami semua berasal dari latar belakang berbeda dan kami mampu menjamin keberagaman ini," kata U Min Oo, anggota parlemen NLD dari wilayah pemilihan Bago.
Ada hal menarik dalam sidang parlemen Myanmar pertama yang berlangsung singkat. Penasihat utama Suu Kyi disumpah sebagai ketua parlemen. Namun T Khun Myat, anggota parlemen dari USDP, partai penguasa yang kalah dalam pemilihan presiden, terpilih sebagai wakil ketua parlemen.
Agenda utama parlemen selanjutnya adalah memilih presiden baru menggantikan Thein Sein. Nama-nama yang dicalonkan masih rahasia.
Suu Kyi, seperti diberitakan BBC, terlarang untuk dipilih sebagai presiden. Pasalnya, sesuai dengan konstitusi Myanmar, seorang calon presiden tidak boleh menikah dengan pria asing dan semua keluarganya harus warga Myanmar. Sementara itu, Suu Kyi menikah dengan pria Inggris dan kedua anak laki-lakinya berkewarganegaraan Inggris.
GUARDIAN | BBC| ASIA TIMES MARIA RITA