TEMPO.CO, Paris - Seluruh Prancis dilanda gelombang protes dan mogok terbesar oleh 5,6 juta pegawai pemerintahan sehingga mempengaruhi pengoperasian sejumlah transportasi umum termasuk jadwal penerbangan pada 26 Januari lalu. Protes tersebut dijuluki "Black Tuesday".
Para pegawai negeri sipil tersebut memprotes reformasi tenaga kerja yang diusulkan pada September lalu yang mempengaruhi gaji dan kemajuan karir mereka.
Beberapa kritikus melihat itu sebagai tantangan terbaru kepada Presiden Francois Hollande mengingat negara itu kini sedang berjuang dengan pertumbuhan ekonomi lambat selain mencatat tingkat pengangguran tinggi.
Seperti yang dilansir ABC News pada 26 Januari 2016, pada aksi tersebut, pihak kepolisia Paris mengatakan bahwa sekitar 20 individu yang terpercaya ada kaitan dengan mogok di ibukota telah ditahan.
Sekelompok sopir taksi dilaporkan bertindak membakar ban untuk membuat hambatan di beberapa rute dan jalan raya utama menuju ke Paris. Hal tersebut dilakukan sebagai bantahan persaingan dengan ketidak adilan perusahaan transportasi berbasis di Amerika Serikat (AS), Uber dan layanan taksi pribadi tidak berlisensi.
Puluhan sopir taksi juga mencoba untuk berbaris, namun pemerintah membubarkan mereka dengan gas air mata.
"Hari ini kelangsungan hidup kita yang dipertaruhkan, kami sudah muak dengan pertemuan dan negosiasi," kata Ibrahima Sylla, juru bicara Taksi de France kolektif.
Dalam insiden terpisah, sekelompok guru turut bergabung mogok menuntut pembayaran gaji lebih tinggi, reformasi pendidikan dan kondisi lingkungan tempat kerja lebih baik.
Senin lalu, sekitar 200 petani di Reims di timur Paris membuat pembatasan sebagai tanda solidaritas dengan petani di utara-barat Brittany.
Media lokal melaporkan kelompok petani terlibat bertindak menghalangi jalur utama dengan traktor dan membakar ban sebagai protes terhadap harga rendah pada produk daging dan susu.
ABC NEWS|YON DEMA