TEMPO.CO, Kuwait City - Pengadilan di Kuwait menjatuhkan hukuman mati terhadap dua pria setelah keduanya kedapatan menjadi mata-mata Iran dan merencanakan serangan di negara itu. "Salah seorang adalah warga negara Kuwait, sedangkan satu lagi berkebangsaan Iran, yang diadili secara in absentia," demikian ditulis BBC, Selasa, 12 Januari 2016.
Kedua pria itu, menurut laporan BBC, dihukum bersama 20 tersangka lain asal Kuwait. Masing-masing dihukum penjara selama 5-25 tahun. Hukuman itu datang di tengah meningkatnya ketegangan antara kaum Sunni, yang memimpin negara Teluk, dan Iran atas Arab Saudi menyusul hukuman mati terhadap ulama Syiah, Nimr al-Nimr, Sabtu, 2 Januari 2016.
Kuwait memanggil pulang duta besarnya di Iran, pekan lalu, sebagai bentuk protes terhadap penyerbuan Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran oleh massa pada Ahad, 3 Januari 2016. Iran sendiri sudah mengecam tindakan warganya yang menyerbu misi diplomatik Saudi itu. Namun negeri Mullah itu menuding Riyadh sengaja menggelorakan kebencian sektarian dan menyeret seluruh kawasan di Timur Tengah ke dalam arena konfrontasi.
Di pengadilan, jaksa Kuwait menuduh para tersangka menjadi bagian dari 26 anggota "jaringan teroris" yang ingin melakukan kekerasan di negara tersebut serta berkolaborasi dengan Iran dan gerakan Hizbullah Libanon untuk melaksanakan skema permusuhan dengan Emirat.
Jaksa juga menuduh mereka menyimpan bahan peledak, senjata, amunisi, serta perangkat penyadapan tanpa izin dengan maksud melakukan kejahatan. Dalam putusan hakim, satu di antara 26 terdakwa didenda US$ 16.450 atau setara dengan Rp 228 juta, sedangkan tiga lainnya dibebaskan.
BBC | CHOIRUL AMINUDDIN