TEMPO.CO, Istanbul - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding pelaku bom bunuh diri yang menewaskan sedikitnya 10 orang di Distrik Sultanahmet, Istanbul, Selasa, 12 Januari 2016, adalah warga Suriah. "Pelaku ledakan yang membunuh warga asing itu dari Suriah," ucapnya.
Menurut Erdogan, kemungkinan besar kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) berada di balik ledakan di dekat Masjid Biru dan Hasgia Sophia itu. "Kawasan wisata itu menjadi tujuan wisata sangat terkenal di dunia," kata dua pejabat keamanan senior Turki kepada Reuters.
Seorang petugas kepolisian dan sejumlah saksi mata mengatakan mereka melihat mayat tergeletak di tanah di Lapangan Sultanahmet, beberapa saat setelah ledakan terjadi.
"Kami segera mencari informasi mengenai kondisi warga negara Jerman yang menjadi korban ledakan," ucap seorang pejabat di Kementerian Luar Negeri Jerman. "Beberapa warga Jerman dikabarkan cedera."
Seorang staf di perusahaan pariwisata mengatakan kepada Reuters bahwa sekelompok wisatawan Jerman berada di area tersebut ketika ledakan bom terjadi, tapi tidak ada informasi lebih lanjut soal jumlah korban yang mengalami luka-luka.
Dari Kementerian Luar Negeri Norwegia diperoleh keterangan bahwa salah seorang warga negaranya cedera akibat ledakan. "Korban saat ini berada di rumah sakit untuk menjalani pengobatan. Menurut laporan kantor berita Dogan, enam warga negara Jerman dan seorang warga Peru luka-luka.
"Saya mengutuk aksi teror di Istanbul oleh pelaku bom bunuh diri asal Suriah. Korbannya 10 tewas, yang terdiri atas warga negara asing dan Turki," ucap Erdogan saat makan siang bersama para duta besar negara sahabat di Ankara.
Erdogan melanjutkan, "Insiden ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa sebagai sebuah bangsa, kita harus sehati dan satu tubuh guna melawan teror. Pada prinsipnya, Turki akan melawan terorisme hingga benar-benar berakhir."
Turki, salah satu anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan calon anggota Uni Eropa, adalah bagian dari pasukan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat. Koalisi ini berperang melawan ISIS, yang menguasai sebagian wilayah Irak dan Suriah.
REUTERS | CHOIRUL AMINUDDIN