TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Meksiko telah menangkap buronan narkotik Joaquin Guzman. Penangkapan terjadi setelah enam bulan pria berjuluk El Chapo itu kabur dari tahanan dengan terowongan sepanjang 1 mil. “Misi tuntas, kami telah mendapatkannya,” kata Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto melalui Twitter, Jumat 8 Januari 2016 waktu setempat.
Melalui akun jejajring sosial berlogo burung biru itu, Nieto juga menyatakan, “Saya ingin menyampaikan ke seluruh masyarakat Meksiko bahwa Joaquin Guzman Loera telah ditahan.”
Operasi penangkapan El Chapo melibatkan marinir dan kepolisian Meksiko, satuan antinarkotik dan angkatan bersenjata Amerika Serikat.
Sebelum pengumuman Nieto, satuan Angkatan Laut Meksiko menyatakan bahwa El Chapo ditangkap di sebuah lokasi di daerah Los Mochis. Reuters melaporkan, lima orang tewas dalam operasi itu, sementara enam lainnya, termasuk El Chapo, tertangkap.
Pemerintah Meksiko memang sangat intensif mencari keberadaan El Chapo sejak ia kabur dari penjara Alpatino, enam bulan lalu. Tak hanya mengerahkan angkatan bersenjata, pemerintah juga sempat membuat sayembara kepada masyarakat untuk turut mencari Guzman dengan iming-iming hadiah US$ 3,8 juta atau Rp 50 miliar.
Menurut rekaman CCTV di penjara, El Chapo terakhir terlihat memasuki kamar mandi selnya, Sabtu 11 Juli 2014, pukul 20.52 waktu setempat. Tim investigasi kemudian menemukan terowongan buatan yang menyambungkan kamar mandi dengan sebuah gedung di luar penjara.
Terowongan tersebut cukup nyaman untuk dilewati dengan ukuran 170 x 70 sentimeter. Di ujung terowongan, ditemukan barang bukti berupa sepeda motor dan peralatan dapur yang diduga digunakan penggali menjemput Guzman.
Guzman adalah bos kartel narkoba Sinaloa yang merupakan pemegang kendali terbesar perdagangan narkoba di perbatasan Amerika Serikat dengan Meksiko. Tak hanya itu, Sinaloa juga sudah menjangkau daratan Eropa dan Australia. Pemilik kekayaan lebih dari US$ 1 miliar (Rp 13,3 triliun) tersebut juga telah merenggut lebih dari 100 ribu jiwa akibat kegiatan narkobanya.
PINGIT ARIA | REUTERS