TEMPO.CO, Taipei - Taiwan mendesak Jepang meminta maaf dan memberikan kompensasi atas korban budak seks atau jugun ianfu pada masa penjajahan selama Perang Dunia II. Desakan itu disampaikan Taiwan, Selasa, 29 Desember 2015, menyusul kesepakatan Jepang dengan Korea Selatan atas kejahatan militer Dai Nippon di Negeri Gingseng.
Jepang menyampaikan penyesalan dan meminta maaf serta memberikan kompensasi sebesar satu juta yen atau sekitar Rp 114 miliar kepada bangsa Korea Selatan terkait dengan penggunaan "wanita penghibur" atau comfort women --istilah halus untuk menyebut perempuan Asia yang dipaksa melayani nafsu seks tentara Jepang-- di masa Perang Dunia II.
Kesepakatan yang diumumkan pada Senin, 28 Desember 2015, itu dipuji oleh Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sebagai sebuah "era baru" hubungan antara dua negara yang memburuk lantaran peristiwa tersebut.
Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou mendesak Jepang yang mengusai negeri pulau itu pada 1895-1945, melakukan hal yang sama terhadap perempuan Taiwan yang dijadikan budak seks di rumah bordil khusus tentara Jepang.
"Sikap tegas pemerintah adalah meminta pemerintah Jepang memohon maaf kepada para perempuan Taiwan yang dijadikan budak seks pada masa Perang Dunia II, memberikan kompensasi kepada mereka, dan memulihkan martabat mereka," kata Ma di depan wartawan, Selasa, 29 Desember 2015.
Menteri Luar Negeri Taiwan David Lin mengatakan, Taipei mendesak Jepang melakukan negosiasi lebih lanujut mengenai isu ini. "Kami berhadap ada perkembangan konkrit soal ini dalam waktu dekat. Jepang memahami keinginan kami dan bersedia mempertimbangkan," kata Li. "Kami rasa akan ada perkembangan mengenai masalah ini tetapi kami tidak dapat memperkirakan hasilnya."
Isu wanita penghibur dan permintaan maaf Jepang menjadi isu politik di Taiwan bahkan menjadi bahan protes rutin. "Korea Selatan hanyalah permulaan dan Jepang harus mempertimbangkan bagaimana memecahkan isu wanita penghibur di Taiwan, Cina, Filipina dan Indonesia. Mereka semua minta kompensasi," kata Kang Shu-hua, direktur sebuah yayasan di Taiwan.
Lebih dari 200 ribu perempuan, sebagian besar di antaranya warga Korea Selatan, dijadikan budak seks di rumah bordil oleh militer Jepang pada masa Perang Dunia II.
NDTV | CHOIRUL AMINUDDIN