TEMPO.CO, Harare - Presiden Zimbabwe Robert Mugabe mengatakan kepada media pada Selasa, 22 Desember 2015, mengenai alasan negaranya menggunakan mata uang Cina, yuan. Menurut Mugabe, selain demi menghapus utang terhadap Cina juga untuk meningkatkan perekonomian negara. "Mata uang yuan telah diterima di perdagangan dunia sehingga ada kemungkinan baru bagi perekonomian kami," ujar Mugabe.
Zimbabwe menghentikan penggunaan mata uangnya pada 2009 setelah negeri itu mengalami inflasi luar biasa. Puncak inflasi mata uang Zimbabwe mencapai 500 miliar persen sehingga tidak memungkinan mata uangnya digunakan dalam perdagangan. Selanjutnya, Zimbawe berangsur menggunakan berbagai mata uang asing, termasuk dolar Amerika Serikat, serta rand Afrika Selatan.
BACA: Yuan Jadi Mata Uang Zimbabwe, Cina Hapus Utang
Belakangan, yuan yang diakui menjadi salah satu alat pembayaran internasional digunakan oleh Zimbabwe meskipun belum disepakati oleh masyarakat dalam bertransaksi di pasar yang saat ini didominasi oleh green back, nama lain untuk mata uang AS pada masa perang sipil.
"Saya bahagia Menteri Keuangan dan Gubernur Bank melihat strategi lain membangun sektor perbankan dan menyuntikan likuiditas ke dalam pasar," ucap Mugabe. Sebelumnya, Menteri Keuangan Patrick Chinamasa, pada Senin, 21 Desember 2015, mengumumkan Zimbabwe menggunakan mata uang yuan demi meningkatkan perekonomian negara.
BACA: Pengamat: Cina Berpotensi Kembali Lakukan Devaluasi
Sejumlah pengamat ekonomi yakin Zimbawe merupakan negara pertama kali yang mengadopsi mata uang yuan sebagai alat perdagangan. "Saya tidak tahu adakah negara lain yang menggunakan yuan sebagai mata uang. Ini adalah eksperimen menarik," kata Iraj Abedian, dari Pan African Investments and Research Services. "Saya yakin pengunaan yuan lebih banyak muatan politik daripada ekonomi."
Menurut Abedian, penggunaan yuan merupakan pesan kuat Mugabe anti-Barat dan untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan Cina yang bersedia menyuntikkan dana ke Zimbawe di samping pembebasan utang. "Mugabe berpikir bahwa ada alasan yang cukup baik untuk menyampaikan pesan politik kepada Barat."
Zimbabwe mengumumkan kepada publik, Senin, 21 Desember 2015, bahwa Cina berencana menghapus utang senilai US$ 40 juta atau sekitar Rp 547 miliar tahun ini. Cina adalah mitra dagang terbesar Zimbabwe menyusul isolasi Barat terhadap Zimbabwe terkait tudingan pelanggaran hak asasi manusia Harare. Sikap Barat tersebut dibalas Zimbabwe dengan meningkatkan persekutuan dengan negara-negara Asia Timur.
Pada awal Desember 2015, Presiden Cina Xi Jinping singgah ke Zimbabwe dalam sebuah lawatan ke berbagai negara. Peristiwa itu jarang dilakukan oleh para pemimpin dunia sebelumnya. Pada kesempatan tersebut Presiden Jinping menandatangani berbagai perjanjian terutama membangun kembali pembangkit listrik zimbabwe.
NEW ZIMBABWE | CHOIRUL AMINUDDIN