TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Uni Eropa mengeluarkan resolusi yang menilai situasi hak-hak asasi manusia memburuk di Malaysia, khususnya pemberantasan terhadap aktivis masyarakat sipil, akademisi, media dan aktivis politik, Kamis pekan lalu. Penilaian itu langsung disanggah oleh Kementerian Luar Negeri Malaysia yang menyatakan hal itu terlalu terburu-buru.
Namun menurut Duta Besar atau Kepala Perwakilan Uni Eropa di Kuala Lumpur, Luc Vandebon, resolusi Parlemen Eropa itu justru menunjukkan kematangan hubungan kedua pihak, dimana berbagai masalah, termasuk hak-hak asasi manusia dibicarakan secara terbuka.
Berikut sekelumit wawancara tertulis melalui surat elektronik yang diterima Tempo, 22 Desember 2015.
Apa dampak resolusi pada hubungan UE-Malaysia?
Parlemen Eropa adalah sebuah lembaga independen yang terpilih secara demokratis. Bersama Dewan Eropa dan Komisi Eropa, merupakan salah satu institusi utama Uni Eropa.
Parlemen secara teratur membahas isu-isu dan mengeluarkan isu-isu yang menjadi perhatian mereka. Resolusi tersebut tidak mengikat dan dikeluarkan untuk menyampaikan pendapat. Resolusi menggambarkan jelas bahwa Uni Eropa, termasuk Parlemen Eropa, tertarik pada hubungan UE-Malaysia dan mengikuti perkembangan di Malaysia.
Uni Eropa merasa kemitraan telah mencapai tingkat kematangan dimana isu hak-hak asasi manusia bisa dibahas secara terbuka. Jadi, jika ada dampaknya pun pada hubungan UE-Malaysia, itu adalah (dampak) positif.
Kesepakatan Kemitraan dan Kerja Sama UE-Malaysia yang baru saja dicapai, dimana isu HAM, demokrasi, dan penegakan hukum merupakan hal-hal yang menonjol, menunjukkan penguatan hubungan.
Apakah ada dampaknya terhadap hubungan UE-ASEAN?
Pendapat saya pribadi, pasti bukan dampak negatif. Seperti yang saya sebutkan di atas, ketika kemitraan sudah mencapai tingkat kematangan tertentu, masalah yang bahkan sesensitif hak asasi manusia, bisa dibahas secara terbuka. Jika pun berdampak, resolusi menunjukkan kepada dunia bahwa kami mencapai tingkat kematangan itu.
Sejak kapan Uni Eropa mengeluarkan resolusi soal HAM Malaysia?
Resolusi Parlemen sebelumnya dikeluarkan pada September 2013, berisi rekomendasi kepada Dewan, Komisi dan EEAS (European External Action Service) yang membahas negosiasi kesepakatan kemitraan dengan Malaysia.
HAM adalah salah satu prioritas utama kebijakan UE. Karenanya, UE mengikuti situasi HAM di setiap negara dimana dia memiliki perwakilan diplomatik dan senantiasa melibatkan otoritas terkait dengan masalah ini.
Malaysia dan Uni Eropa sepakat untuk mengadakan Dialog HAM tahunan. Dialog pertama diadakan pada 2011, namun sejak itu tidak ada dialog lanjutan karena kedua pihak tidak sepakat soal agenda bersama.
Adakah sanksi terkait dengan resolusi Parlemen tersebut?
Resolusi itu disampaikan dengan semangat kemitraan. Resolusi itu sendiri menyiratkan bahwa Kesepakatan Kemitraan dan Kerja Sama serta negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas harus tetap dilanjutkan, sementara isu-isu yang diangkat oleh resolusi perlu ditangani dalam kerangka ini.
Resolusi menggambarkan pendapat mayoritas anggota Parlemen Eropa. UE juga mitra sejajar bagi Malaysia serta anggota komunitas internasional, tidak ada sanksi yang melekat dari resolusi itu.
NATALIA SANTI