TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Suriah Bashar al-Assad mengingatkan dalam sebuah wawancara dengan televisi Rusia bahwa serangan udara koalisi di Suriah telah membantu Negara Islam Irak dan Suriah dalam merekrut lebih banyak pejuang dan memperluas wilayah kekuasaannya.
Dalam sebuah wawancara dengan Republik TV pada Rabu, 2 Desember 2015, pemimpin kontroversial Suriah tersebut menuduh koalisi, Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Qatar, mendukung tumbuh kembang para teroris.
Dia mengatakan perang saudara yang melanda negaranya selama empat tahun dan telah menewaskan lebih dari 200 ribu orang tersebut hanya akan berakhir ketika mereka semua mundur. “Ketika negara-negara seperti Prancis, Inggris, Amerika Serikat, Arab Saudi, Qatar, dan beberapa lain berhenti mendukung para teroris, situasi akan menjadi lebih baik dan dalam beberapa bulan kita akan memiliki kedamaian penuh di Suriah, dan itu pasti, jika mereka berhenti,” ujarnya.
"Jika Anda ingin berbicara tentang fakta, bukan pendapat, sejak awal koalisi tersebut melancarkan serangan, ISIS telah memperluas wilayahnya dan angka perekrutan dari seluruh dunia semakin meningkat," tutur Assad, seperti dilansir Daily Star pada 3 Desember 2015.
Namun, di sisi lain, presiden yang terpilih kembali pada 2014 tersebut memberikan pujian kepada Presiden Rusia Vladimir Putin karena meluncurkan kampanye pengeboman untuk mendukung pasukannya pada bulan September. "Sementara, sejak partisipasi Rusia dalam perang yang sama, yang disebut melawan terorisme, ISIS telah menyusut."
Komentar Assad datang setelah parlemen Inggris menyetujui keterlibatan militer Inggris dalam menggempur ISIS di Suriah.
Assad selama ini dimusuhi para anggota koalisi yang dipimpin Amerika Serikat dan telah menuntutnya mundur dari kursi kepemimpinan. Koalisi juga telah menuduh Assad sebagai penyebab kehancuran yang terjadi di Suriah.
Namun presiden 50 tahun tersebut mendapatkan dukungan kuat dari dua sekutu utamanya, yakni Rusia dan Iran.
DAILY STAR | IBC NEWS | YON DEMA