TEMPO.CO, Jakarta - Amerika Serikat pada Senin, 23 November 2015, mengeluarkan peringatan perjalanan atau travel warning ke seluruh dunia kepada segenap warganya dan mengingatkan mereka akan "peningkatan ancaman teroris" setelah serangan di Paris.
Amerika Serikat meningkatkan kesiagaan seusai serangan yang menewaskan 130 orang di Paris.
"Informasi terkini menunjukkan ISIL (alias Daesh), Al-Qaeda, Boko Haram, dan kelompok teroris lain merencanakan serangan teror di beberapa kawasan," kata nasihat perjalanan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Peringatan perjalanan itu menyatakan warga Amerika Serikat harus melatih kewaspadaan saat berada di tempat-tempat umum atau menggunakan sarana transportasi publik dan menyarankan warga Amerika menghindari kerumunan besar atau tempat-tempat ramai serta "berhati-hati saat musim liburan."
Dengan menyebut beberapa serangan terbaru di Denmark, Prancis, Mali, Nigeria, dan Turki, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga memperingatkan ancaman serangan oleh orang-orang yang tidak terafiliasi, tapi terinspirasi oleh kelompok teror.
Dalam peringatan perjalanan yang diberlakukan hingga 24 Februari 2016 itu, dinyatakan kemungkinan serangan teror akan berlanjut seiring dengan kembalinya anggota ISIL atau Daesh dari Suriah dan Irak.
Pernyataan tersebut mengacu pada para penempur asing yang kembali ke negara asal mereka setelah berperang bersama ISIS.
"Para ekstremis menyasar acara olahraga berskala besar, bioskop-bioskop, pasar-pasar terbuka, dan layanan penerbangan," kata peringatan perjalanan Departemen Luar Negeri AS tersebut.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sering mengeluarkan peringatan perjalanan untuk masing-masing negara. Namun "peringatan perjalanan ke seluruh dunia" tergolong langka setelah terjadi serangkaian serangan di beberapa negara.
Dalam peringatan perjalanan itu juga disebutkan, "serangan baru dapat menggunakan berbagai taktik, menggunakan senjata konvensional maupun nonkonvensional dan menyasar kepentingan resmi maupun swasta," demikian seperti dilansir kantor berita AFP.
ANTARA