TEMPO.CO, Dhaka - Dua mantan anggota parlemen Bangladesh dieksekusi dengan cara digantung di penjara yang terletak di pusat Kota Dhaka hari ini, 22 November 2015, pukul 12.55 waktu setempat.
Mahkamah Pengadilan Bangladesh menghukum dua mantan politikus itu karena terbukti bersalah melakukan kejahatan perang saat Bangladesh berjuang untuk kemerdekaan pada 1971. Dua anggota parlemen itu adalah Salahuddin Quader Chowdhury dari Partai Nasionalis Bangladesh dan Ali Ahsan Mohammad Mujahid dari Partai Jemaat Islami.
Eksekusi dua mantan anggota parlemen ini sontak mengejutkan banyak warga Bangladesh, yang melakukan aksi protes turun ke jalan. Protes juga datang dari banyak pihak, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Human Rights Watch, karena diyakini pengadilan itu bertentangan dengan standar hukum internasional.
Dua mantan anggota parlemen Bangladesh ini didakwa melakukan kejahatan perang, termasuk genosida dan penyiksaan, semasa perang kemerdekaan berlangsung. Menurut pemerintah, keduanya kemudian mengajukan permohonan pengampunan kepada presiden. Namun keluarga para terdakwa menegaskan penolakan mereka terhadap perkara ini.
Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina membentuk pengadilan kejahatan perang pada tahun 2010 untuk memberikan keadilan bagi korban konflik berdarah. Namun tiga hakim panel yang mengadili perkara itu mendapat kritik luas dari PBB, organisasi HAM, dan Global Criminal Justice di Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. "Hak untuk pengadilan berjalan bebas dan adil merupakan hal terpenting dalam demokrasi," kata lima anggota Komite Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat yang mengirimkan surat protes mereka kepada pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat untuk kawasan Asia Selatan.
Adapun Human Rights Watch menemukan bukti, untuk perkara Chowdhury, hakim panel menolak kesaksian sejumlah saksi yang diajukan terdakwa. Adapun untuk Mujahid, hanya tiga dari ratusan saksi yang diberi kesempatan bersaksi.
WASHINGTON POST | MARIA RITA