TEMPO.CO, Bamako - Pasukan khusus Mali menyerbu Hotel Radisson Blu di Bamako, ibu kota Mali, Jumat sore, 20 November 2015, waktu setempat. Seperti dilaporkan stasiun televisi nasional Mali, pasukan khusus negara itu turun tangan berupaya melakukan pembebasan sandera.
"Setidaknya 80 orang berhasil dibebaskan," tulis situs online BBC. Sandera yang bebas termasuk 12 pramugari maskapai penerbangan Air France. Meski demikian, dilaporkan ada tiga orang yang tewas dalam tembak-menembak.
Tamu lain yang disandera adalah 6 staf Turkish Airlines, 20 warga India, dan 10 warga Cina. Operasi pembebasan yang dilakukan pasukan khusus didukung pasukan misi perdamaian PBB di sana.
"Mereka membebaskan sandera dari lantai ke lantai," kata seorang diplomat yang berhasil lolos dari insiden penyanderaan ini.
"Mereka (teroris) masih di dalam sana (hotel). Saya lari meninggalkan hotel tanpa tahu harus ke mana. Saya lelah sekali dan masih shock," kata seorang warga, Monique Kouame Ekonde.
Beberapa jam sebelumnya, sekelompok orang bertopeng yang bersenjata lengkap. Diduga jumlah mereka 5-13 orang. Seorang petugas keamanan bercerita bahwa sandera yang bisa melafalkan Al-Quran langsung dibebaskan.
Ini bukan peristiwa teror pertama di Mali. Pada Agustus 2015, penembakan lain yang diduga mewakili kelompok ekstremis membunuh 13 orang, termasuk lima pekerja PBB dalam situasi penyanderaan nyaris serupa di sebuah hotel di Sevare.
Hotel Radisson ini termasuk penginapan favorit untuk warga asing dan kru pesawat terbang yang sedang transit di Bamako. Radison Blu juga dikenal sebagai hotel milik pengusaha Amerika Serikat.
Presiden Mali, Ibrahim Boubacar Keita, langsung menyelesaikan kunjungan luar negerinya di Chad, dan pulang ke Mali. Sementara Presiden Prancis Francois Hollande menyerukan solidaritas kemanusiaan untuk korban-korban kekerasan di Mali.
WD | BBC
BERITA MENARIK
Dicurigai, Wanita Muslim Ini Sampai Diturunkan dari Pesawat
Di Bandung, Tersangka Teroris Paris Jual Mobil: Untuk Apa?