TEMPO.CO, Moskow - Pemerintah Rusia akhirnya mengakui bahwa jatuhnya pesawat maskapai Kogalymavia, Metrojet, di Semenanjung Sinai, Mesir, akibat serangan bom.
Seperti dilansir Reuters, selama ini Rusia menepis penilaian negara-negara Barat bahwa kecelakaan yang menewaskan 224 penumpangnya merupakan insiden teroris.
Pesawat nahas itu meledak dalam perjalanan membawa ratusan wisatawan dari kota wisata Sharm el-Sheikh, Mesir, ke St. Petersburg, Rusia.
Namun, dalam rapat pada Senin malam 16 November 2015 waktu setempat, Kepala Badan Keamanan Rusia (FSB), Alexander Bortnikov, melaporkan kepada Presiden Vladimir Putin bahwa ceceran bahan peledak asing ditemukan di dalam pesawat dan tas pribadi penumpang.
Bom rakitan itu mengandung sedikitnya satu kilogram TNT. "Kami dapat memastikan bahwa ini adalah aksi teroris,” kata Bortnikov, 17 November 2015.
Putin segera memerintahkan Lavrov untuk meminta bantuan negara-negara lain guna melacak para pelaku. Sedangkan tentara Rusia akan mengintensifkan serangan udara di Suriah.
"Militer kami di Suriah tidak hanya diteruskan, tapi akan ditingkatkan sehingga para penjahat itu tahu pembalasan tidak terelakkan," kata dia.
Kantor berita Rusia, Interfax, melaporkan FSB menawarkan hadiah senilai US$ 50 juta (sekitar Rp 691,325 miliar) bagi siapa saja yang memberi informasi soal dalang serangan tersebut.
Serangan itu merupakan musibah penerbangan terburuk yang dialami Rusia dan serangan teroris terburuk sejak penyanderaan Sekolah Dasar Beslan pada 2004.
Sementara itu, dua petugas Bandara Sharm el-Sheikh ditahan.
"Tujuh belas orang diperiksa, dua di antaranya menjadi tersangka yang diduga membantu pelaku penanaman bom di pesawat di Bandara Sharm el-Sheikh," kata salah seorang pejabat Mesir kepada Reuters.
Rekaman kamera pengawas menunjukkan seorang pembawa bagasi menyerahkan sebuah koper kepada seseorang lainnya yang kemudian masuk ke pesawat melalui landasan pacu.
GUARDIAN | USA TODAY | TELEGRAPH | NATALIA SANTI
Baca juga:
Prancis Vs ISIS: Inilah 5 Kejadian Baru yang Menegangkan!
Tekan ISIS, Presiden Prancis Kirim Kapal Induk